Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manajemen Konflik (Jadi Teringat Pak JK)

2 Maret 2011   16:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:08 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12990829721951732522

Oleh : Atep Afia Hidayat - Konflik selalu mewarnai arena kehidupan, dari konflik-konflik yang sangat kecil sampai konflik yang sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, berlainan pendapat dan karena ketidak-samaan kepentingan. Konflik ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, ada juga yang berlarut-larut tanpa solusi. Jika kita memantau berita sehari-hari yang terjadi di republik tercinta ini, nyaris tiada hari tanpa konflik. Belum reda konflik  PSSI, tak berapa lama ada lagi kasus Dipo Alam versus TV One dan Media Group. Sampai saat ini belum ada upaya sungguh-sungguh untuk mengatasi beragam konflik tersebut. Pemerintah sebagai eksekutif tertinggi di negeri ini memang telah berupaya, namun belum maksimal. Lantas, pihak mana lagi yang bisa diharapkan mengatasi kekisruhan, supaya konflik tidak meluas dan makin kronis. Konflik yang tidak tertanggulangi jelas bisa berakibat pada iklim berbangsa dan bernegara yang tidak kondusif. Bahkan, konflik yang menyeluruh bisa saja berakibat pada kekacauan nasional, sebagaimana terjadi di Mesir, Libya dan Bahrain belakangan ini. Apa yang terjadi di negara-negara Arab tersebut, sejatinya bermula dari konflik-konflik kecil yang mengakumulasi, bahkan menggurita. Kalau sudah sampai pada ukuran maksimalnya, maka terjadilah apa yang disebut "ledakan sosial". Beragam tatanan berbangsa dan bernegara bisa berantakan dalam hitungan hari, minggu atau bulan. Beragam bencana sosial pun terjadi di seantero negeri. Kata kuncinya, jangan pelihara bibit konflik, apalagi menyiraminya. Tidak tertutup kemungkinan ada pihak tertentu yang sengaja menabur bibit konflik, kemudian memeliharanya dengan tujuan terjadi kekacauan nasional. Di sisi lainnya, jangan pula memancing atau mengundang kedatangan konflik. Bagikan api dengan nyala kecil, konflik bisa disulut, terus membesar sehingga akhirnya menimbulkan kebakaran yang parah. Konflik bisa terjadi kapanpun, di manapun dan pada siapapun. Konflik bisa terjadi antar negara sampai antar pribadi. Untuk mengelola konflik (manajemen konflik), jelas dibutuhkan mediasi. Harus ada pihak ketiga yang dipercaya menjadi penengah. Untuk situasi dan kondisi Indonesia, seorang tokoh yang piawai dalam manajemen konflik misalnya mantan Wapres Jusuf Kalla. Nah, alangkah baiknya Pak Kalla berkenan untuk turut mengatasi konflik PSSI. Begitu pula dalam konflik Dipo Alam versus Media Group dan TV One. Jangan sampai aset-aset bangsa berbenturan dengan sesamanya, bukannya membentuk sinergi, malah membuat disergi. Manajemen konflik adalah serangkaian proses untuk mempertemukan kepentingan dua belah pihak, menetralisir konflik, dan pemulihan pasca konflik. Manajemen konflik harus diawali dengan memetakan konflik, mendengar ketarangan dua belah pihak, mempertemukan kedua belah pihak, dan pengambilan keputusan untuk mengatasi konflik. (Atep Afia) Sumber Gambar: http://maksumpriangga.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun