Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gugatan Dilema, Petani atau Politikus?

30 Oktober 2020   22:12 Diperbarui: 31 Oktober 2020   03:01 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pernah bermimpi menjadi seorang politikus. Pintar, rapi, bersahaja, dibicarakan banyak orang, diagung-agungkan, diberi kehormatan dan masih banyak prestise yang bisa disematkan.

Ketika melihat bendera partai jiwa nasionalisku bergetar. Ada yang berwarna kuning, biru, hijau, hitam, putih dan warna-warna lainnya. Indah jika berdiri sejajar di tiang-tiang.

Kata teman-temanku ini parai ini. Itu partai itu. Mata polosku menatap bangga pada visi dan misi yang digantung di tiang-tiang itu. Kepalaku tegak berdiri. Menerawang sinar mentari. Menyergap guyuran keringat. Semua karena nuansa warna pelangi di depan mata.

Saat beranjak dewasa aku melihat sekujur dunia yang semakin luas. Bendera-bendera partai indah berkobar. Menerjang ke langit-langit. Pelangi muncul tanpa hujan dan matahari. Semua berkoar dalam semangat yang tak terbendung. Indah sekali.

Mataku mulai lelah melihat. Semangat jatuh satu persatu. Katanya mencerdaskan namun salah kaprah. Biang keadilan dibuang. Suara kemerdekaan dibekap. Pekikan perdamaian dicekik. Miris. Tragis. Sadis.

Dunia masih seperti dulu. Berputar tanpa henti. Pagi beranjak siang menuju malam dan kembali ke pagi. Seperti itu. Semuanya berlalu tanpa henti. Sia-sia jika tidak dimaknai. Pengalaman terbuang tanpa dituang dalam kata dan coretan.

Selagi bumi masih dipijak. Mata tetap terbelalak. Suara masih membahana. Selagi yang lainnya tetap menjadi maknai perjalanan penuh arti.

Biarlah mentari merindu saat dia datang dalam sepi penuh sedih. Dimana dia yang selalu bersyukur saat cahaya menembus dinding kamar. Mungkin sedang patah semangat kala hasrat tak tercapai. Diam dan katakan padanya dunia sedang sakit kepala.

Partai dan bendera sedang mencari tiang penonggak hidup. Ada yang sejalan dengan sumpah di bawah kita suci. Selepas janji terbit bualan ego penuh dosa. Korupsi, kolusi, nepotisme, polusi, individualis, materialis, dan keakuan yang lain.

Semangat kecil sedang mekar. Gelisah melihat dunia sedang ditelanjangi. Banyak pemerkosa datang dari berbagai sudut. Berdasi, berduit, berkursi, berutang, berakhlak, bermoral dan beribu kaki penuh jejak.

Bendera-bendera itu dalam satu kesempatan malu berkibar. Mereka terbentang dalam dosa tersembunyi para pemiliknya. Ada malu pada merah putih. Berkibar tanpa henti meski diterjang badai, fitnah, hoaks, kritik, gosip dan letupan kejengkelan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun