Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tragedi Malam Berdarah

11 Oktober 2020   20:58 Diperbarui: 11 Oktober 2020   21:05 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tengah malam yang pekik. Sirene berbunyi. Sesekali terdengar suara tawa. Beberapa pemuda duduk berpangku kaki. Mereka meneguk segelas arak di atas trotoar beralas koran. Sebuah buku kecil dan pena di tangan mereka. Sesekali mereka berbisik. Ada rahasia yang diramu pada malam gelap ini.

"Tunggu, ya. Bapak akan mencari sebungkus nasi," janji kamu pada anakmu yang menangis kelaparan.

Dua orang pemuda yang menikmati indahnya malam ini berteriak tak karuan. Sesekali kamu kaget ketika mereka melempar sebuah kantor pemerintah. 

Entahlah, sudah berapa ratus batu yang membentur dinding dan atap kantor itu. Hampir setiap malam gedung itu menjadi sasaran marah banyak orang. Sulit menebak maksud dari perbuatan mereka.

"Bu, nasi satu bungkus tanpa sambal, ya," ungkapmu sembari mengamati situasi sekitar.

Setelah membeli nasi itu, kamu kembali ke gubuk tua. Dari jauh kamu melihat beberapa pemuda berdiri di tengah jalan. Tangan mereka memegang pisau. Kamu tak bisa mencari jalan lain karena itulah satu-satunya jalan menuju rumah. 

Tampak sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Seorang bapak berpakaian dinas turun dan berbicara dengan mereka. Di akhir pembicaraan mereka berjabat tangan.

Kamu mempercepat langkah kaki. Jantungmu bergetar dengan cepat. Kamu berlari kecil setelah melewati beberapa pemuda itu.

Dari kegelapan terdengar sebuah teriakan, "Hei! Tunggu! Berhenti di situ!"

Kamu mempercepat langkah. Dalam hati merasa tak acuh terhadap suara itu. Kamu mempercepat langkah.

"Kamu tuli, ya!" teriak seorang pemuda sembari memegang pundakmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun