Pelacur itu. Kulihat dia mengetuk pintu rumah Tuhan. Dia merasa paling berdosa. Air berkat di ujung pintu dibasuh di keningnya. Dia tampak sungguh pelacur. Wajah pucat, diri tak terawat. Dia masuk hingga bangku ketiga dari depan altar kudus.
Dengan penuh penghayatan dia berlutut. Kakinya gemetar. Tanda salibnya tak tentu arah. Dia masuk ke sela-sela bangku. Ada penyesalan yang mendalam dari binar matanya. Semenit berselang ada bintik basah di pelupuk mata. Dia tunduk tak tertahan.
"Dia mungkin mencari ketenangan. Biarkan saja," ungkap koster paroki.
Aku menaruh iba padanya. Tidak seperti biasa dia bersikap demikian. Setiap hari dia hanya melewati gereja ini. Melirik ke dalam pun dia tak sudi. Namun, sekarang dia bertolak lebih jauh. Pelacur yang hancur sekarang berdoa di rumah Tuhan.
Hampir satu jam dia menghabiskan waktu berlutut di hadapan Tuhan. Apa yang dia doakan aku tak tahu. Mungkin dia butuh ketenangan. Itu yang kulihat dari ekspresi wajahnya. Sesekali dia tersenyum. Tak lama berselang dia menangis. Napasnya terengah-engah. Dia membuatku mati penasaran.
***
Waktu menunjukkan pukul 17.30. Sebentar lagi ibu-ibu akan datang membersihkan gereja. Besok hari Minggu jadi hari ini harus membereskan segala sesuatu. Hatiku mulai tak tenang. Apa yang akan dikatakan mereka ketika melihat pelacur di ruang kudus ini. Aku ikut berdoa. Namun, doaku berintensi agar dia cepat selesai berdoa.
"Terima kasih Tuhan. Doaku Engkau kabulkan," syukurku dalam hati.
Pelacur itu duduk termengu di bangku. Dia memandang sekeliling isi gereja. Dia tampak mencari sesuatu. Aku terus mengawasinya dari sakristi. Dia bangkit dari tempat duduk. Ternyata dia tidak langsung meninggalkan gereja. Dia memandang lekat ke depan altar Tuhan.
Aku melihatnya berjalan menuju patung Pieta. Tangannya yang penuh dosa menyentuh kaki Yesus. Dia menatap dengan sungguh tubuh Tuhan. Lumuran darah kudus tersembur di sekujur tubuh-Nya. Air matanya mengalir melihat Tuhan yang menderita. Dia bertelut dalam derita Yesus. Dia mendekatkan badan memeluk Maria bersama Yesus.
"Tuhan, apa yang terjadi pada pelacur ini? Mukjizat apa yang Engkau berikan padanya? Tidakkah dosa menjadikan dia jauh dari-Mu? Ah, Tuhan, sungguh logika-Mu tak bisa kuselami," pintaku dalam hati.