Dengan banyak membaca aku bisa menemukan kemampuan, kekuatan sekaligus kelemahanku. Aku bisa berpikir kritis dan memberi masukan yang lebih membangun. Pengetahuan yang luas membuatku berpikir berkali-kali ketika mendapat informasi-informasi dalam kehidupan bersama. Aku sadar bahwa mereka yang menjadi korban berita bohong berawal dari ketidakmampuan berpikir kritis. Kesempitan pengetahuan membuat mereka mudah menerima segala informasi tanpa melihat kebenarannya terlebih dahulu.
Sejauh diamati, mereka yang kurang mencintai literasi kerap menggunakan otot untuk memaksa kehendaknya. Ada kecendrungan untuk meninggalkan ruang diskusi dan menggunakan emosional untuk memutuskan sesuatu. Inilah dampak ketika tidak mencintai literasi sebagai langkah mewujudkan pribadi yang lebih berkarakter.Â
Akhirnya, aku boleh berbangga dengan alma materku tercinta, SDK Waelengga, SMPK Wae Mokel, SMAN 1 Kota Komba, yang sudah membangun jiwa semangat literasi dalam diriku. Berkat guru IPA, aku bisa mencintai buku dengan menjadikannya abadi dalam pikiranku. Pengalaman inilah yang mendorongku untuk terbuka serta mendukung geraka-gerakan atau gebrakan-gebrakan literasi di tempat asalku. Aku sadar semuanya bermula dari hal-hal kecil.Â
Dengan berbagi pengalaman ini, meski tak ada orang yang mampu memulangkan mentari senja ke pagi buta, aku yakin dengan semangat literasi semua akan mudah dilakukan. Mentari alam memang susah dipindahkan. Namun, mentari prestasi ada di tangan setiap pribadi. Hal ini tergantung seberapa dalam daya selam kita di kolam literasi.