Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyepi, Momen Memetik Keheningan dan Mengukur Kedalaman Diri

7 Maret 2019   09:43 Diperbarui: 7 Maret 2019   15:03 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang yang memiliki keheningan mampu menciptakan kedamaian bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, mereka yang selalu menciptakan keonaran memiliki kedangkalan dalam keheningan. 

Hening mampu meningkatkan kualitas diri tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Jika materi tak mampu memberi kenyamanan, carilah keheningan dalam diri sendiri. Saat hening adalah spasi cinta paling intim antara engkau dan dirimu sendiri. 

Ketika hidup keberagamaanmu tidak lebih baik saat engkau sibuk berkoar-koar, masuklah dalam keheningan diri yang paling radikal. Saat itu hening tidak berkoar-koar sebagaimana yang engkau lakukan. Dia akan berbisik memberi kedamaian hidup.

Memetik Keheningan dan Mengukur Kedalaman Diri

Hampir setiap perayaan keagamaan di Indonesia memberi nilai lebih bagi semua orang. Hal ini karena setiap agama mengajarkan hal-hal baik yang mampu menembus batas-batas atau pintu-pintu keegoisan diri. Jika ada agama yang mengajarkan kebencian, kualitas hidup dari orang yang menghayatinya patut dipertanyakan. 

Menjadi masyarakat Indonesia dengan berbagai agama dan kepercayaan mengandaikan adanya sikap inklusif dalam diri setiap orang. Keterbukaan hati dalam kebersamaan menampakkan kualitas keberimanan seseorang. Nilai keagamaan yang dihidupi secara baik menentukan kedalaman kualitas manusianya. 

Pada dasarnya setiap agama mengajarkan hal yang baik. Klaim sepihak "agamaku yang paling baik" muncul ketika orang tidak mampu menghayati imannya dengan sungguh. Sekali lagi, hanya orang yang memiliki kedalaman hidup beriman mampu menghargai keberadaan orang yang berbeda. 

Kembali ke momen perayaan Nyepi, pribadi beriman mampu memetik buah-buah agama dan menghayatinya dalam hidup. Kesaksian hidup melalui tindakan menampilkan kualitas dan kedalaman diri dalam hidup beragama. 

Jika tidak mampu memetik keheningan dan melihat kedalaman diri, jangan menilai diri sebagai orang yang beragama. Jadikan agama sebagai "cermin" untuk melihat diri sendiri bukan untuk melihat orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun