Cemara di samping kamarku. Sejak pagi sibuk mencari sahabat. Bersama mentari bermain petak umpet. Kutilang emas jadi wasit. Siulan indah tanda mulai. Sesekali cemara bersedih. Jari-jarinya tak mampu menangkap mentari. Dia bersembunyi di sela-selanya.
Kutilang emas menaruh hati pada cemara. Dia mau membantunya. Sayang dia hanya memiliki siulan dan kepakan sayap. Mustahil baginya untuk menghibur cemara. Mereka terus bermain. Cemara tetap kalah. Dia sadar melawan mentari seperti menepuk sebelah tangan.
Aku menikmati permainan cemara dan mentari. Kebijaksanaan kutilang emas luar biasa. Aku bangga padanya. Yang kalah tidak diabaikan dan yang menang tidak disanjung. Kedua sayap merangkul dua sahabat yang selalu bermain setiap pagi. Aku cemburu pada mereka.Â
Alam senang bermain. Mereka memahami satu sama lain. Hati mereka telanjang. Tak ada yang tersembunyi. Semua tersingkap dalam warna natural. Cerita alam pagi ini sungguh menarik. Semoga besok seindah hari ini. Doakan mendung datang setelah mereka berhenti bermain.
Salam, PEACE WAELENGGA
Yogyakarta, 02 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H