Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hari Ini Kuingat Kemarin

18 Januari 2019   16:16 Diperbarui: 19 Januari 2019   01:46 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Sugeng Riyadi

Kemarin adalah jejak yang tertinggal dalam waktu. Sebagian diriku menetap di sana. Aku masuk ke spasi waktu dan keluar darinya. Sesungguhnya aku tak ingin meninggalkannya. Namun kemarin memaksaku melangkah ke hari ini. Kemarin adalah anak tangga yang memaksaku keluar dari zona nyaman. Kemarin adalah saat berjibaku melawan waktu yang mengoyakan jiwaku. Ada dendam dalam hati berbalut cinta. Kemarin mengantarku ke hari ini.

Ada bayangku di hari kemarin. Sayang, tak bisa kubawa ke hari ini. Goresan hari ini adalah potongan kisah hari kemarin. Aku tahu itu. Waktulah yang membuatnya berbeda. Jarum jam berputar selama dua puluh empat kali. Matahari bergerak dari timur ke barat. Gelapnya malam mengantarku ke terangnya fajar. Pejaman mata membuka lembaran waktu yang baru. Apa yang masih membekas di hari kemarin saat hari ini tiba. Waktu masih setia bergulir bersama hidup hingga aku bisa mengingat hari kemarin. Rasa tetap menetap di dasar hati. Tubuhku tetap ada meski kutahu ada yang berubah.

Hari ini masih misteri. Aku takut menyambutnya. Jika hari ini adalah kemarin aku mungkin akan membenah diri. Membenah diri untuk tidak masuk dalam ruang misteri ini. 

Ah, ternyata hari ini tetaplah hari ini. Jika hari ini adalah kemarin aku mungkin tak bahagia berdiri bersama cahaya fajar pagi ini. Hari ini adalah hari ini jika aku hanya berpikir hari ini tanpa peduli pada hari kemarin. Dia akan marah jika aku menggantinya menjadi hari kemarin. Jika hari kemarin lebih baik aku harus lebih baik di hari ini. Jika hari ini lebih baik aku harus sadar bahwa sebentar lagi dia akan menjadi hari kemarin saat fajar merekah besok.

Aku sebenarnya hanya ingin tinggal di hari kemarin dan hari ini. Namun, keduanya selalu melahirkan hari besok. Jika aku benci hari besok mungkin hari kemarin dan hari ini tak akan bisa bersatu. Hari besok dilahirkan karena hari kemarin dan hari ini. Aku terpaksa masuk menjemput dan menggenggam hari ini agar bisa mencintai hari kemarin, hari ini dan hari besok selamanya.

Semoga hari, hari dan hari mampu berjalan bersama. Jika hari ini terlepas dari hari kemarin aku mungkin tak pernah melihat hari besok. Waktu tetaplah berjalan bersama hingga jejak kita terlukis dalam sejarah. Aku ada karena hari kemarin, hari ini dan hari besok. Hari, hari dan hari adalah aku yang mewaktu.

Puisi Berikutnya: 'Melukis Senyum Khatulistiwa'

Yogyakarya, 18 Januari 2019 - 16.16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun