Mohon tunggu...
atang setiawan
atang setiawan Mohon Tunggu... -

Urang Sunda nu kasep tea

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lebih Cepat (Belum Tentu) Lebih Baik

22 Maret 2012   01:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lebih cepat (belum tentu) lebih baik
Selama ini saya selalu mengakui bahwa lebih cepat pasti lebih baik. Apalagi sekarang, tatkala diributkan Negara Auto Pilot, dan rasanya jadi rindu dia yang dulu bersemboyan seperti itu. Namun kejadian yang saya baca di Surat Pembaca Koran Tempo sedikit menyadarkan saya, bahwa belum tentu lebih cepat lebih baik.

Dalam Surat Pembaca itu, seorang pengguna kereta komuter berkeluh kesah tentang pengabaian KAI terhadap jadwal kereta. Awalnya saya berpikir kereta yang ditunggu datangnya amat sangat terlambat, seperti yang selama ini biasa dikeluhkan. Nyatanya keluhan justru datang karena keretanya datang terlalu cepat. Artinya, dia ketinggalan kereta (jadi ingat judul film peraih Citra, Pacar Ketinggalan Kereta - saya unggah trailernya dari youtube.

Berapa jam kereta ittu datang lebih cepatnya? Ternyata Kereta Commuter itu hanya lebih cepat tiga-empat menit, menurut pengakuan si pembaca. Di luar kenyataan bahwa bisa saja jam tangan yang dipakai si pembaca mungkin terlalu cepat lima menit (atau bahkan 15 menit, seperti yang dulu sering saya lakukan), tapi dari satu segi cukup jelas kita mengambil ppesan bahwa 'lebih cepat belum tentu lebih baik'. Tepat waktu adalah jauh lebih. Baik.

Contoh kasus yang lain menarik juga untuk direnungkan. Taruhlah tetangga kaya kita membeli teve gede 72 inchi untuk ruangan bisokop pribadinya. Mungkin karena ingin meniru perilaku mereka yang mengaku terhormat, dia langsung memesan teve itu dari Jepang. Waktu pengiriman sudah ditentukan.

Seminggu sebelum waktu pengiriman, eh tahu-tahunya kiriman teve itu sudah datang. Tetangga saya pasti senang dong bisa menikmati teve lebih awal? Bukankah itu juga bukti kecekatan dan keprofesionalan pabrik pembuat teve itu sehingga bisa memenuhi keinginan pelanggan lebih cepat?

Ternyata kawan, belum tentu respons itu benar. Belum tentu perusahaaan produsen teve itu profesional. Dan belum tentu juga tetangga saya senang. Dan bisa jadi bahkan tetangga saya marah besar, dan bahkan meminta tevenya diambil lagi: 'Gimana sih, saya bilang dikirim minggu depan! Ruangannya kan belum seelesai direnovasi. Tahu?!? Gak profesional amat. Sekarang mau ditaro di mana tuh teve?' hardiknya. See... Terlambat dimarahin, terlalu cepat dihardik. Yang dibutuhkan tetangga saya ternyata adalah pengiriman TEPAT waktu. (Dan jika tepat waktu pun masih tetap dibentak, ya bolehlah kita membentaknya balik 'Belagu amat. Apa sih maumu???').

Dan bagaimana jika yang memesan teve ituadalah sebuah hotel dan teve yang dipesan itu berjumlah banyak? Pertanyaannya sama seperti tetangga kita di atas: 'mau ditaruh di mana?'.

'Ya di gudang, dong'.

'Gudang siapa?'

'Gudang eu..eueueu.... Gudang hotel lah'.

'Gudang hotel pale lu!! Emang mau dibarengin sama ayam potong?'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun