Mohon tunggu...
atanera de gonsi
atanera de gonsi Mohon Tunggu... Guru

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Riang Puar Upaya Merawat Mata Air

8 April 2024   22:12 Diperbarui: 8 April 2024   22:16 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puar berarti hutan. Riang puar berarti aktivitas menjaga hutan supaya terhindar dari gangguan manusia penebang pohon di hutan. Riang puar dalam arti yang lebih luas yaitu menjaga hutan supaya utuh dan terhindar dari gangguan manusia perusak hutan. Istilah riang puar terjadi apabila ada upaya penanaman kayu dan tumbuhan supaya jadi hutan, dan kayu-kayu yang ditanam itu dijaga dan dirawat  (riang) agar terhindar dari manusia pengganggu dan perusak hutan. Aktivitas riang puar mengandaikan kesadaran untuk melakukan penanaman pohon secara terus menerus karena didesak oleh kebutuhan, bahwa hutan itu penting dan dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup manusia.

Riang puar penting dilakukan dengan alasan:  pertama, Hutan memberikan mata air untuk kehidupan manusia. Dalam konteks krisis mata air sekarang riang puar mesti menjadi sebuah gerakan sosial. Kedua, hutan merupakan paru-paru dunia. Ketiga, riang puar dilakukan supaya terjadi keseimbangan ekosistem. 

Riang yang dilakukan oleh orang Kolang itu terjadi karena tidak adanya keseimbangan ekosistem. Manusia terlalu menguasai hutan. Bahkan hutan dirubah fungsinya menjadi kebun, sehingga hewan seperti monyet, burung pipit, babi landak dan babi hutan kehilangan makanan. Karena hewan-hewan ini kehilangan makanan di hutan, sehingga mereka memakan tanaman yang ditanam oleh manusia.

Dalam upaya melestarikan hutan pemerintah telah mencanangkan gerakan reboisasi, penetapan hutan lindung, dan juga penetapan batas pal.  Upaya ini sudah dilakukan dan belum optimal hasilnya. Hal ini terjadi mungkin karena penjagaan yang dilakukan pemerintah masih kendor. Hal lain adalah kesadaran masyarakat akan perlu dan pentingnya hutan masih minim.

Riang puar terwujud melalui pemahaman, kesepakatan dan kesadaran bersama pemerintah dan masyarakat. Pemerintah mesti mencanangkan dan memprogramkan hutan desa. Pemahaman dan kesepakatan ini terkait dengan upaya menanam kayu untuk menjadi hutan di tanah milik pemerintah. Di Manggarai hampir setiap desa bahkan kampung menyiapkan tanah untuk digunakan oleh pemerintah dan gereja. 

Di desa Tueng misalnya ada dua bidang tanah milik pemerintah daerah dan satu bidang tanah milik gereja. Satu bidangnya sudah dibangun puskesmas, dan satu bidangnya lagi dibiarkan tak terurus. Bila program hutan desa ini dirintis, maka tanah yang tak terurus ini bisa digunakan untuk ditanami berbagai jenis pohon untuk jadi hutan. Setelah tanah itu ditanam untuk dijadikan hutan kemudian dijaga untuk dijadikan hutan desa.

Upaya mewujudkan riang puar selain melalui program hutan desa juga melalui pelestarian budaya yang pro lingkungan hidup. Manggarai merupakan salah satu daerah yang menghargai alam dan mata air. Salah satu ritus adat orang Manggarai adalah ritus adat barong wae. Barong wae merupakan salah satu ritual adat saat pesta panen (penti) yang dilakukan di mata air di wae tiku (tempat orang menimba air). Barong wae adalah ritus penghormatan kepada Tuhan yang selalu memberikan mata air untuk kehidupan, dan acaranya dilakukan di wae tiku atau wae barong.

Untuk orang Manggarai ada  kedasaran akan pentingnya mata air. Kesadaran ini terwujud melalui ritus barong wae. Namun persoalannya adalah kesadaran akan ritus barong wae ini tidak diimbangi dengan kesadaran riang puar. Tidak mengherankan apabila debit wae barong selalu berkurang, karena tidak ada hutan yang menyumbang pasokan air untuk menimbulkan mata air.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun