Artikel ditulis Oleh Sirilus Gonsi
Penulis mengawali tulisan sederhana ini dengan cerita laporan keadaan air minum di tempat penulis lahir. Penulis lahir pada sebuah kampung tepatnya di Ngalo, Desa Tueng, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ngalo terletak di pusat Desa. Di tempat ini ada sebuah sekolah PAUD, sebuah sekolah dasar, ada sebuah gereja/kapela dan ada juga sebuah Puskesmas.
Ngalo adalah sebuah kampung yang terletak di atas perbukitan. Akses untuk bisa mendapatkan air menuju tempat ini sangat sulit karena letaknya yang di atas bukit sementara mata air berada di bawah bukit dan lembah. Jarak dari kampung menuju mata air lumayan jauh, dan sumber air di mata airpun amat sedikit. Untuk bisa mendapatkan air untuk kebutuhan rumah mesti dengan cara timba yang memakan waktu dan tenaga.
Upaya untuk mendapatkan air yang mudah ditimba dilakukan oleh orang-orang Ngalo. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggali  sumur air. Hal ini dilakukan dengan menggunakan dana desa, dan ada kurang lebih empat sumur yang digali dengan kedalaman kurang lebih 14 hingga 20 meter. Air sumur ini juga belum bisa menjawabi kebutuhan air minum orang Ngalo. Selain itu air sumur ini juga letaknya agak jauh dan membutuhkan waktu timba yang banyak. Di sisi lain pada musim kemarau debit airnya sedikit.
Persoalan air minum ini bukan saja menjadi persoalan orang Ngalo melainkan juga persoalan warga desa Tueng. Ada kurang lebih empat dusun di desa Tueng. Â Tiap dusun terletak diperbukitan dan sulit mendapatkan akses air minum. Bila ada acara pesta dan sejenisnya, orang-orang dari desa ini menggunakan jasa kendaraan untuk mengangkut air minum. Sulitnya mendapatkan air minum, menjadikan harga air menjadi mahal.
Air merupakan senyawa penting bagi manusia khususnya dan makhluk hidup umumnya. Air dibutuhkan oleh manusia untuk menunjang proses hidupnya. Hewan pun membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. Tumbuhan membutuhkan air supaya bisa hidup dan tumbuh. Air dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup sebuah ekosistem.
Air sebagai senyawa penting untuk keberlangsungan hidup manusia sering menjadi sumber konflik. Ada beberapa kasus perkelahian yang bahkan berujung pembunuhan lantaran kurangnya air untuk mengairi persawahan. Hal ini terjadi karena pasokan air berkurang sementara kebutuhannya banyak. Selain itu persoalan krisis mata air menjadi permasalahan serius untuk kasus seperti ini.
Salah satu sebab pemicu sulitnya mendapatkan air minum adalah kurangnya ketersedian mata air. Kurangnya mata air lantaran tidak adanya hutan yang memberikan mata air. Argumen ini menggugah penulis untuk meracik tulisan sederhana ini dengan judul riang puar upaya merawat mata air.
Apa itu riang puar? Sebelum menjelaskan tentang arti riang puar, terdahulunya penulis mendeskripsikan kata riang dalam konteks orang Manggarai,  khususnya orang Kolang di Kecamatan Kuwus Barat. Orang Kolang sebutan di Manggarai adalah orang yang mendiami wilayah kolang. Wilayah kolang itu untuk orang yang mendiami Kecamatan Kuwus dan Kecamatan Kuwus Barat.
Riang untuk orang Kolang adalah sebuah pekerjaan untuk menjaga kebun dan sawah supaya terhindar dari gangguan hewan liar seperti kera/monyet, burung pipit dan juga babi hutan. Riang untuk menjaga kebun atau sawah pada siang hari, sedangkan aktivitas untuk menjaga tanaman di kebun supaya tidak dimakan babi hutan dan babi landak pada malam hari disebut tokong. Tokong itu pekerjaan menjaga di kebun pada malam hari. Tujuan riang dan tokong ini adalah agar tumbuhan yang ditanam tidak dimakan hewan liar.
Bagi orang Kolang, tanaman dan tumbuhan yang dijaga (riang) seperti padi, jagung, kacang-kacangan, kopi dan kakao. Ada sebagian wilayah tertentu yang melakukan aktivitas riang sejak musim tanam hingga musim panem, dan ada sebagian wilayah yang melakukan aktivitas riang menjelang musim panem. Â Aktivitas riang ini membutuhkan waktu yang banyak kurang lebih empat bulan. Dengan kata lain kegiatan atau pekerjaan riang ini terjadi ketika dimulai musim tanam hingga musim panem. Aktivitas riang dilakukan atas dasar kesadaran bahwa tanaman yang ditanam penting dan berguna untuk kelangsungan hidup.