Mohon tunggu...
atanera de gonsi
atanera de gonsi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru di Kampung, Secuil Cerita

22 November 2023   17:24 Diperbarui: 22 November 2023   17:30 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Artikel ditulis oleh Sirilus Gonsi

Saya adalah seorang guru yang mengajar sejak tahun 2010. Saya mengajar berawal dari kurangnya jumlah guru yang mengajar di kampungku saat itu. Tahun 2010, saya belum diwisuda, tetapi saya sudah menempuh pendidikan sarjana dan menunggu diwisuda tahun 2011. Saya diminta untuk mengajar di sekolah dasar saat itu, padahal latar belakang pendidikanku bukan ilmu keguruan sekolah dasar, melainkan ilmu filsafat. Atas berbagai pertimbangan akupun menerima tawaran untuk mengajar siswa Sekolah Dasar, tepatnya di Sekolah Dasar Katolik Tueng, Kecamatan Kuwus Barat Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sejak saat itu, akupun berprofesi sebagai guru dan mendapatkan nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan. Hari-hari aku lalui menjadi guru. Di sekolah saya dipercayakan untuk mengajar bahasa indonesia, seni budaya dan keterampilan, penjaskes, matematika, bahasa inggris dan pelajaran agama katolik. Tiap hari saya mengajar dengan total jam mengajar kurang lebih 32 jam perminggu.

Bagiku menjadi guru saat itu adalah sebuah pengalaman baru. Pepatah mengatakan bahwa eksperience is the best teacher artinya pengalaman adalah guru yang terbaik. Pepatah ini menguatkan saya terhadap pilihan menjadi guru. Pengalaman mengajar ini memberikan banyak pengetahuan, dan berbagai cerita dalam diriku.

Sesuai roster  saya mengajar bahasa indonesia di kelas tiga . Seturut roster dan himbauan kurikulum berbasis kompetensi saat itu, sayapun mengajar. Apa yang saya temukan di kelas berbeda dengan himbauan kurikulum, sebab pelajaran bahasa indonesia untuk konteks  sekolah kami saat itu adalah selain melatih untuk membaca lancar juga melatih supaya anak-anak terbiasa berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia. Jadi pelajaran bahasa indonesia lebih banyak digunakan untuk berlatih berbahasa indonesia, bahkan menerjemahkan bahasa daerah (Manggarai-Kolang) ke bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan karena  peserta didik selalu menggunakan bahasa daerah. Keseharian mereka di rumah dan di kampung berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, jarang mereka berkomunikasi bahasa indonesia, bahkan tidak pernah di keluarga bertutur menggunakan bahasa indonesia.

Selain mengajar Bahasa Indonesia, saya juga dipercayakan mengajar bahasa inggris untuk kelas tiga. Berbekalkan pengalaman pelajaran bahasa inggris saat SMA, saya mencoba mengajar sekemampuan saya. Kamus john  Echols saya bawa serta ke kelas untuk menerjemahkan. Tapi ini adalah perbuatan konyol yang saya sadari. Siswa saya berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia saja belum bisa apalagi bahasa inggris.

Pelajaran bahasa inggris ini  adalah pelajaran baru bagi siswa. Karena itu bagi  mereka pelajaran bahasa inggris merupakan pelajaran yang menyenangkan. Siswa sangat antusias dalam pelajaran ini, namun antusiasnya dalam berbicara sembarangan. Suatu pagi saat itu, seorang siswa bertanya kepada saya, Pak, sekarang pelajaran apa? Saya jawab pelajaran bahasa Inggris. Spontan siswa tersebut melompat kegirangan, kemudian ia berbicara meniru yang ia pernah dengar dari televisi mungkin. Siswa yang lain juga ikutan melompat dan mulai berbicara sembarangan. Semua siswa tampak berbicara seperti orang yang kesurupan. Kelas tampak seperti kumpulan anak-anak yang kesurupan. Semuanya berbicara mengikuti gaya yang mungkin pernah mereka dengar dan lihat di luar kelas. Aku tercengang, diam terpaku menyaksikan dan mendengar apa yang mereka bicarakan.

Setelah sekian lama mereka berbicara, kemudian aku mulai mendiamkan suasana kelas. Aku ambil kapur tulis dan mulai menuliskan sebuah kalimat  yang aku dengar dari pembicaraan seorang peserta didik. Aku tulis di papan itu kalimat , " iti se bot". Kalimat ini  merupakan kalimat bahasa daerah yang berarti bahwa perbuatan atau pekerjaan itu berjalan tidak sesuai harapan atau yang diinginkan. Kemudian aku menulis kalimat bahasa inggris" it's a boat" yang berarti itu sebuah perahu. Kalimat ini saya tulis di papan karena ada kemiripan dalam mendengarkannya meskipun berbeda artinya. Dengan metode seperti ini pemahaman dan penangkapan serta penerapan proses pembelajaran oleh  siswa lebih baik.

Pelajaran lain yang saya ajarkan adalah pelajaran penjaskes dan seni budaya dan keterampilan. Pada pelajaran ini saya menekankan untuk praktik bermain bola, menyanyi dan menggambar. Hal ini dibuat supaya peserta didik memiliki keterampilan dan berkompetensi dalam bermain bola, menyanyi dan menggambar.

Setahun saya mengajar di sekolah dasar kemudian saya pindah mengajar di Sekolah Menengah Atas. Saya diminta mengajar di SMA karena kurangnya guru mengajar ilmu antropologi. Sejak 2011 sampai sekarang saya mengajar SMA untuk pelajaran antropologi, agama katolik dan seni budaya. Kurang lebih 13 tahun saya mengajar dan menjadi guru. Ada beberapa hasil refleksi dan studi yang saya temukan selama menjadi guru di kampung.

1.  Menjadi Guru Adalah Profesi Dan Panggilan Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun