Mohon tunggu...
Atanshoo
Atanshoo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Administrasi Perkantoran. Memiliki hobby menulis, untuk menyalurkan kegelisahan terkhusus pada kategori Humaniora dan Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hanya Ada Satu Kekurangan pada Wanita

20 Maret 2024   17:30 Diperbarui: 20 Maret 2024   17:38 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Muslimah - (Yuda Feby On Unplash)

Hanya ada satu kekurangan wanita, yaitu mereka lupa bahwa diri mereka berharga.

Pengantar

Wanita, makhluk penuh kasih sayang, tangguh, dan luar biasa. Namun, di balik semua kekuatan dan kecantikannya, terdapat satu kekurangan yang sering luput dari perhatian yaitu mereka lupa bahwa diri mereka berharga.

Fenomena ini semakin mencuat dalam konten-konten media sosial, terutama di platform seperti TikTok maupun Instagram. Banyak wanita zaman sekarang yang terjebak dalam permainan citra diri yang salah. Mereka terlalu fokus pada penampilan fisik atau standar kecantikan yang kadang tidak realistis, sehingga tanpa disadari, mereka mengabaikan nilai-nilai keberagaman dan keunikan diri sendiri. 

Konten-konten fulgar, seperti foto dan video dengan pose sensual berlebihan, menjadi tren yang mengkhawatirkan. Wanita terobsesi dengan validasi eksternal, mencari pengakuan dan pujian melalui penampilan fisik semata. Ironisnya, mereka lupa bahwa nilai diri tak terletak pada lekuk tubuh atau jumlah likes.

Dampak negatif konten fulgar:

  • Menurunkan rasa percaya diri. Obsesi pada penampilan fisik yang "sempurna" membuat wanita terjebak dalam standar kecantikan yang tidak realistis. Perbandingan diri dan rasa insecure pun muncul, menggerus rasa percaya diri dan penghargaan terhadap diri sendiri.
  • Objektifikasi seksual. Konten fulgar mereduksi wanita menjadi objek seks, bukan individu dengan nilai dan potensi. Hal ini membuka ruang bagi pelecehan seksual dan memperkuat budaya patriarki yang merugikan wanita.
  • Eksploitasi diri. Demi mendapatkan pengakuan dan popularitas, wanita rela mengeksploitasi diri dengan menampilkan konten yang tidak pantas. Hal ini dapat membahayakan diri sendiri dan berakibat fatal.

Apakah hal ini sepenuhnya salah wanita? Bagaimana dengan kekurangan pria yang berada pada matanya?

Ironisnya, banyak juga dari laki-laki yang berkontribusi dalam eksistensi konten tersebut. Benar bahwanya wanita perlu menyadari nilai diri dan menghindari konten fulgar. Namun, kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada wanita. Pria juga memiliki peran penting dalam menciptakan budaya digital yang positif dan menghormati wanita.

Beberapa alasan mengapa pria juga bertanggung jawab:

  • Pandangan yang objektif. Pria yang terbiasa melihat wanita sebagai objek seks melalui media sosial seperti Tiktok dan Instagram, cenderung memiliki pandangan yang objektif terhadap wanita di dunia nyata. Hal ini dapat mendorong pelecehan seksual dan perilaku tidak senonoh. Bahkan tak sedikti pria juga merendahkan wanita yang sudah tertutup atau sudah menggunakan pakaian yang sopan dengan komen-komen mereka yang tidak senonoh.
  • Konten misoginis. Konten yang merendahkan dan melecehkan wanita, seperti meme dan video seksis, turut berkontribusi pada budaya patriarki dan objektifikasi seksual. Pria yang menyebarkan dan menikmati konten tersebut turut memperkuat budaya negatif ini. Tidak dapat dipungkiri juga bahwasanya konten seperti ini yang memiliki Social Traffic yang sangat besar.
  • Ketidakmampuan mengontrol diri. Pria yang tidak mampu mengontrol pandangannya terhadap wanita dan tergoda oleh konten fulgar, perlu introspeksi diri dan meningkatkan kontrol diri. Menyalahkan wanita atas "godaan" konten fulgar merupakan bentuk penyangkalan atas tanggung jawab diri sendiri.

Penutup

Wanita adalah makhluk luar biasa dengan kekuatan, kelembutan, dan kecantikannya. Di era digital ini, penting bagi wanita untuk menyadari nilai diri dan membangun citra diri yang positif. Konten fulgar bukan solusi untuk mendapatkan pengakuan dan validasi. Wanita perlu fokus pada kelebihan dan bakat mereka, dan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif dan inspiratif.

Pria juga memiliki peran penting dalam menciptakan budaya digital yang positif dan menghormati wanita. Pria perlu dididik tentang kesetaraan gender dan self-love, serta belajar mengontrol pandangan dan perilakunya terhadap wanita.

Mari bersama-sama, pria dan wanita, membangun era digital yang lebih positif dan inklusif, di mana wanita dihargai atas kecerdasan, bakat, dan kontribusinya.

Wanita berharga, dan dunia perlu melihatnya. Bersama, ciptakan dunia digital yang lebih positif dan penuh respek.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun