Mimpi yang Retak: Menggali Reruntuhan Ambisi
(Atanshoo)
(Seorang pria duduk sendiri di sudut gelap ruangan, pandangannya kosong ke depan, terdengar gemuruh hujan di luar.)
"Aku duduk di sini, di tengah-tengah keheningan yang hanya diputus oleh suara hujan di luar sana. Ambisi-ambisiku, seperti kisah yang tidak ada habisnya, membawa aku ke dalam luka yang tak terduga. Hari ini, di balik senyum semu dan tatapan mata yang lelah, terkuburlah kegagalan-kegagalan yang tak bisa aku sembunyikan.
(Tatapan kosongnya terfokus, seolah-olah mengingat kembali masa-masa sulit.)
Dulu, aku bermimpi besar, membangun kastil-kastil di awan yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi itu bukannya tercapai, malah tercerai berai di sepanjang jalan hidupku. Aku merangkak melalui reruntuhan ambisi, sementara kegagalan itu sendiri memandang rendah dan tertawa di wajahku.
(Hisap nafas panjang, pria itu mencoba menemukan kata-kata yang tepat.)
Mungkin aku terlalu memaksakan diri, mungkin juga aku terlalu naif dalam mempercayai bahwa setiap impian pasti bisa jadi kenyataan. Sekarang, ambisi-ambisiku yang hancur seperti pecahan kaca tajam, mengingatkanku akan keretakan dalam fondasi mimpi-mimpi besar itu.
(Angkat wajah, matanya penuh dengan kekecewaan yang mendalam.)
Setiap kegagalan adalah kilatan api di dalam diriku, membakar rasa percaya diri hingga hanya meninggalkan abu hitam. Ini bukan sekadar tentang ambisi yang gagal, tapi tentang identitas diri yang hancur. Aku seperti menggali kuburan sendiri, mengubur potensi dan aspirasi dalam peti mati kesedihan.
(Berdiri dengan langkah yang berat, pria itu menatap masa depan yang tak pasti.)
Mungkin ini adalah panggilan untuk bangkit, atau mungkin juga hanya keinginan terakhir seorang pria yang terhempas oleh kegagalan. Ambisi-ambisi itu telah menjadi pedang bermata dua, dan sekarang, di sini aku berdiri, terjatuh di dalam bayang-bayang kegagalan, mencari arti dari reruntuhan-ambisi yang hancur, mencoba menemukan secercah harapan di tengah kegelapan."