Hujan datang, langit menangis riang,
Kau dan aku, di bawah atap yang sama berlindung.
Tak ada payung, tak ada rencana,
Hanya ada kita, dan tawa yang mengalir tanpa cela.
Kau dengan rambut basah, mata berbinar,
Aku dengan sepatu kuyup, hati berdebar.
Cerita lama kita ulang, di antara gemericik hujan,
Di sana, di halte bus, waktu seolah tak ingin lari larian.
"Ingat payungmu," katamu waktu itu,
Tapi hari ini, payung itu terlupa.
Mungkin sengaja, atau hanya takdir semata,
Yang jelas, hujan membawa kita ke cerita yang sama.
Payung biru, cerita kita,
Di bawahnya, canda tawa selalu bersembunyi.
Tapi hari ini, tanpa payung, hanya hujan dan kita,
Kisah cinta sederhana, di antara tetes yang turun tanpa undangan.
Di halte bus, kau dan aku, dan hujan yang jadi saksi,
Cinta tak selalu butuh kata, cukup tatapan yang berbicara.
Di antara tetes hujan, rasa ini semakin jelas terpatri,
Hujan, kau, dan payung yang terlupa, cerita cinta yang tak pernah usai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H