Mohon tunggu...
Atanshoo
Atanshoo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Administrasi Perkantoran. Memiliki hobby menulis, untuk menyalurkan kegelisahan terkhusus pada kategori Humaniora dan Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jangan Lari, Sengsaralah Sampai Sembuh

15 Januari 2024   22:54 Diperbarui: 15 Januari 2024   22:55 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Annie Spratt on Unsplash

Jangan Lari, Sengsaralah Sampai Sembuh

(Atanshoo)

"Jangan Lari, Sengsaralah Sampai Sembuh", seolah menjadi mantra magis bagi jiwa-jiwa yang tengah berjuang dalam labirin kesulitan hidup. Bukan ajakan untuk berlarut dalam penderitaan, melainkan sebuah seruan untuk menghadapi, bukan menghindari, kenyataan pahit yang seringkali harus kita telan.

Dalam hidup, ada saat-saat di mana kita dihadapkan pada situasi yang tak hanya menuntut keberanian, tapi juga ketabahan. Situasi-situasi yang memaksa kita untuk berdiri tegak menghadapi badai, bukan malah lari mencari tempat pelarian. Ini adalah tentang mengakui dan menghadapi kesulitan, bukan melarikan diri dari kesulitan.

Ketika kita berbicara tentang 'sengsara sampai sembuh', kita sedang membicarakan tentang proses penyembuhan yang tak selalu menyenangkan. Seperti ketika luka yang harus dibersihkan sebelum ia bisa pulih -- prosesnya mungkin menyakitkan, tapi itu adalah langkah penting menuju pemulihan. Sama halnya dengan luka batin, yang memerlukan waktu dan usaha untuk sembuh. Seringkali, proses ini menyakitkan, menguras tenaga, dan membingungkan. Namun, menghindar dari proses ini hanya akan membuat luka semakin parah.

Dalam konteks lebih luas, frasa ini juga bisa diartikan sebagai sebuah ajakan untuk menghadapi masalah hidup dengan kepala tegak. Tak jarang, kita mencoba untuk 'lari' dari realita, mungkin melalui pengalihan, penyangkalan, atau bahkan ketidakpedulian. Namun, lari dari masalah hanya akan menunda penyelesaian. Menghadapi masalah, seberat apapun itu, adalah langkah pertama menuju solusi.

Lebih jauh, ungkapan ini mengingatkan kita bahwa dalam kesulitan terdapat pelajaran. Setiap kesulitan yang kita hadapi adalah kesempatan untuk tumbuh, untuk belajar, dan untuk menjadi lebih kuat. Proses ini mungkin terasa menyakitkan, tapi seperti baja yang ditempa, kita akan keluar dari proses ini menjadi lebih kuat dan lebih tangguh.

Terakhir, "Jangan Lari, Sengsaralah Sampai Sembuh" adalah tentang penerimaan. Ini bukan berarti kita pasrah terhadap penderitaan, melainkan mengakui bahwa dalam setiap perjalanan hidup, ada momen-momen sulit yang harus dihadapi. Mengakui penderitaan ini bukan tanda kelemahan, melainkan keberanian untuk menghadapi realitas.

Dalam perjalanan ini, penting untuk tidak melakukannya sendirian. Mencari dukungan dari keluarga, teman, atau bahkan profesional adalah langkah penting. Mereka bisa menjadi pilar kekuatan, memberikan perspektif baru, atau sekadar menjadi telinga yang mendengarkan. Mengizinkan diri untuk menerima bantuan bukan berarti kita lemah, melainkan bagian dari proses penyembuhan.

Ketika kita memilih untuk 'sengsara sampai sembuh', kita memilih jalan yang lebih sulit, tapi lebih bermakna. Ini bukan tentang menikmati penderitaan, tetapi tentang menghadapi tantangan dan tumbuh darinya. Setiap langkah, meski berat, membawa kita lebih dekat ke versi diri yang lebih tangguh, bijaksana, dan penuh pengertian.

Ingatlah, penyembuhan bukanlah proses yang linear. Akan ada hari-hari baik dan buruk. Akan ada momen ketika kita merasa mundur, tapi itu semua adalah bagian dari perjalanan. Yang penting adalah terus bergerak maju, sekecil apapun langkahnya.

"Jangan Lari, Sengsaralah Sampai Sembuh" adalah tentang melalui badai untuk menemukan pelangi. Tentang menghadapi gelapnya malam untuk menantikan fajar. Ini tentang memeluk realitas hidup dengan segala suka duka, sambil terus berjalan menuju titik terang di ujung jalan. Ini adalah perjalanan menuju penyembuhan, penerimaan, dan akhirnya, kedamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun