Dialektika Kursi dan Rakyat
(Atanshoo)
Di antara lorong waktu yang berlalu, Â
Berdiri gagah kursi kekuasaan, tak pernah tabu. Â
Dialektika antara rakyat dan sang penguasa, Â
Bagai cerita tanpa akhir, penuh tanya.
Di bawah gemerlap lampu istana, Â
Banyak cerita tercipta, bukan sekadar angana. Â
Ada tawa, ada air mata, Â
Bercampur aduk dalam cita-cita luhur negara.
Kursi itu, lebih dari sekadar kayu dan paku, Â
Menjadi saksi bisu tuntutan dan ragu. Â
Di mana rakyat berbicara lewat suara hati, Â
Berharap keadilan bukan hanya sekedar janji.
Namun, kursi itu juga bisa buta, Â
Terkadang tuli, seringkali lupa. Â
Lupa pada janji-janji manis masa lalu, Â
Saat rakyat memilihnya di antara yang tabu.
Dialektika ini, bagai ombak yang tak pernah reda, Â
Pertarungan antara harapan dan realita. Â
Rakyat berteriak, namun seringkali tak terdengar, Â
Di tengah hiruk-pikuk politik yang tak pernah lelah.
Namun, di setiap sela kekuasaan, Â
Ada ruang bagi rakyat untuk berbicara. Â
Bukan hanya sekedar teriak kosong di angkasa, Â
Namun suara yang mampu mengubah masa.
Di balik semua ini, ada harapan yang terjaga, Â
Bahwa kursi dan rakyat bisa bersama. Â
Mewujudkan mimpi, membangun negeri, Â
Di atas fondasi keadilan, cinta, dan harmoni.
Jadi, biarlah dialektika ini berlanjut, Â
Sebagai bukti demokrasi yang sejati dan utuh. Â
Di mana kursi tak hanya sekedar simbol kekuasaan, Â
Tetapi juga representasi suara rakyat yang sedang berjuang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H