Mohon tunggu...
Wahid Wahid
Wahid Wahid Mohon Tunggu... -

stmik muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Awalnya Jualan Koran

18 April 2011   08:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:41 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbekal 250 rupah, Burhanuddin yang saat itu berusia 18 tahun, memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta. Sayang, sewaktu tertidur di stasiun Cirebon , uang itu terjatuh dari saku celananya. Praktis ia tidak lagi punya uang sepeserpun. Hanya berbekal tekad dan semangat, Burhan menggelayutkan badannya di atas gerbong kereta yang membawanya ke Cikampek

Pria kelahiran Cirebon 08 Agustus 1965 ini mengendap-endap di atas kereta agar tidak di ketahui petugas. Sampainya di Cikampek, Burhan muda mencoba menghadang truk berharap mendapatkan tumpangan. Namun, tak satupun yang memberikan tumpangan. Burhan yang belum fasih berbahasa Indonesia itu akhirnya melompat ke atas bak sebuah truk yang melaju di depannya. Ia duduk menyempil di antara tumpukan kayu.

Begitu memasuki Jakarta, truk berhenti di pinggir warung makan. Disinilah kru truk mengetahui keberadaan Burhan yang menclokdi mobil mereka. Sontak mereka marah kepada Burhan karena khawatir ditangkap polisi. Karena tidak memahami dengan baik pembicaraan kru truk yang menggunakan bahasa Indonesia, Burhan memutuskan untuk meninggalkan mereka.

Sendiri di negeri orang, kemudian ia mendatangi proyek bangunan. Ia pun bekerja di tempat itu sebagai kuli bangunan selama satu minggu. Tak puas dengan hasil kerja, Burhan melamar menjadi pengecer koran pada sebuah agen majalah dan koran. Di bawah terik mentari Jakarta dan di atas tapak kaki yang mulai merekah, Burhan tetap gesit menjajakan korannya di terminal, POLDA dan sekitarnya. Menakjubkan, hasil penjualannya melebihi penjualan di kios agen. Bila dalam sehari pemilik ahen mampu memperoleh omset sebesar 600 ribu, maka dengan menjajakan Koran dari satu calon pembeli ke calom pembeli lainnya, Burhan mampu mengantongi 2 juta rupiah. Meski boleh dibilang saat itu Burhan telah berpenghasilan lebih dari cukup, namun ia belum berani berterus terang kepada ibunya tentang pekerjaan yang dijalaninya. Burhan memilih untuk mengetakan bahwan ia bekerja sebagai staf di sebuah kantor.

Dari komisi sebesar 5%, Burhan menyisihkan setiap harinya 5 ribu hingga 10 rbu rupiah untuk di tabungkan dari tabung. Dari tabungan itulah pada tahun 1989, Burhan mampu membeli sebuah motor yang sangat membantu pekerjaannya. Usaha Burhan terus berkembang, hingga akhirnya ia mampu membuka kios di Jl. Igusti Ngurahrai, Jakarta Timur, menyusul kemudian dua kios di tempat lain. Barulah Burhan menjemput sang ibu dari kota tahu untuk diperlihatkan bisnis yang sedang dijalaninya.

Ketika usaha berkembang kian pesat, dan 2 buah mobil serta tabungan yang tersimpan pun mencapai jumlah yang tidak sedikit, timbul rasa malas bekerja dalam dirinya. “Semua adik-adik sudah sekolah, apalagi? Saya hanya ingin menikah,”ungkapnya. Sikap malas bekerja, tak urung membuat suami dari Siti Amaliah (33) ini harus menelan pil pahit. Seseorang yang dipercaya memegang salah satu unit usaha miliknya berlaku curang dengan mengambil sejumlah asetnya. Tindakan pencurian itu membuat Burhan kembali bersemangat, apalagi setelah pernikahannya dengan gadis yang dipinang dari kampong halaman. Usahanya kini terus berkembang hingga memiliki 3 kios majalah dan satu tokoh buah. Sementara cita-cita untuk mengelola show room mobil pun tergambar nyata

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun