Pada tanggal 2 Maret 2020, Gubernur Jakarta Anies menyebutkan bahwa 115 orang dalam pemantauan dan 32 pasien dalam pengawasan terkait corona, dalam hal ini Gubernur Anies langsung membuat Tim tanggap Virus Corona yang berkoordinasi dengan pemerintah pusat.Â
Menurut Anies, instruksi ini adalah sebagai bentuk kewaspadaan dan persiapan jika terjadi kasus wabah virus corona di Jakarta. Namun, pernyataan ini kemudian dibantah oleh Menkes, Terawan Agus Putranto.Â
Belum sehari setelah Menteri Kesehatan Indonesia membantah pernyataan mengenai kasus corona di Indonesia, dua warga Indonesia positif terdeteksi corona. Penyataan ini dituturkan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.
Sejumlah kebijakan Anies tangani COVID-19 kerap dimentahkan pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpastian penanganan COVID-19 di DKI Jakarta sebagai episentrum Corona di Indonesia.Â
Sampai pada tanggal 1 April 2020 peningkatan wabah pandemi COVID-19 di Indonesia begitu cepat apalagi di daerah DKI Jakarta khususnya, Gubernur Jakarta Anies kembali mengusulkan sebanyak tiga usulan kepada pemerintah pusat yang kemudian ditangguhkan selama hampir 14 hari.Â
Berikut rincian penolakan pemerintah pusat terhadap kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait pencegahan penyebaran wabah pandemi COVID-19 yaitu, 1. Pembatasan Transportasi Publik 2. Stop layanan Bus AKAP, dan 3. Karantina Wilayah.
Akhirnya Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tidak melakukan karantina atau lockdown wilayah-wilayah yang sudah positif terjangkit wabah pandemic COVID-19. Jokowi lebih memilih menerapkan kebijakan menjaga jarak fisik atau physical distancing.Â
Dikatakan juga bahwasannya Pemerintah Pusat ini memiliki pertimbangan sendiri sehingga tak melakukan lockdown. Begitu juga tanggapan Menteri PLT Luhut Binsar Panjaitan bahwasannya usulan ini akan ditangguhkan karena pemeintah pusat harus mengkaji dampak ekonomi yang akan terkena.
Presiden Joko Widodo telah mempelajari kebijakan negara lain yang telah melakukan lockdown namun tak efektif dalam memutus rantai penyebaran virus pandemi baru itu bernama COVID-19. Misalnya, kebijakan lockdown di India.Â
Atas dasar itulah, Jokowi meminta seluruh kepala daerah untuk tidak melakukan karantina wilayah atau pembatasan akses lainnya. Tak hanya itu, Jokowi juga secara tegas membatalkan kebijakan yang sudah diambil kepala daerah dalam menangani COVID-19, seperti yang terjadi di Pemprov DKI Jakarta.
Sebelum direstui Jokowi, Anies telah mengeluarkan kebijakan yang berorientasi karantina wilayah. Di antaranya meliburkan siswa; tempat kerja bagi ASN dan pekerja swasta; menunda kegiatan keagamaan di rumah ibadah, serta membatasi interaksi sosial.Â