[caption id="attachment_86631" align="alignleft" width="240" caption="Kalasey Beach (tempat aku berdiam)"][/caption] Selalu saja aku berontak dengan diammu, aku bilang diam tidak menyelesaikan masalah. Kamu tetap saja memilih diam. Diam agar tak ada keributan, kamu berujar begitu. Hhmmm... Aku pun belajar diam dalam ketidaksetejuanku akan hal itu. Kau ajari aku untuk memahami diammu. Rasul Muhammad SAW memberi teladan kepada kita agar senantiasa mengatakan yang baik-baik atau kalau tidak bisa lebih baik diam. Beliau selalu benar, aku setuju itu, sangat setuju. Tak satu pun ucapannya yang aku pungkiri. Tapi bukan berarti kita diam dalam masalah, bahkan kita diwajibkan berusaha keluar dari masalah. Kamu bilang diam bukan bisu, tapi sabar. Menurutku itu benar, tapi bukan untuk keadaan kita. Sabar itu dinamis, bukan statis. Sabar itu selalu maju di garis terdepan, bukan berdiri diam di tengah kekacauan, membiarkan keadaan carut marut tanpa ada penyesaian yg berarti. Aku pun telah banyak belajar diam (bukan sabar) dari kamu. Aku diam, ya diam. Dan tadi malam kamu bilang kamu tersakiti atas diam ku. Aku membatin, bukankah itu yang selalu kamu dengung-dengungkan. Inilah buah masam dengan kulit beduri dari pohon yang kamu tanam. Aku ragu akankah aku bisa tidak diam lagi dengan keadaan yang saat ini menjadi siang malamku. Setelah saat-saat berharga kemarin telah kamu sia-siakan dengan diammu. Aku pun harus berdiam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H