Mohon tunggu...
Asyita Fairuzsy Rasyiddin
Asyita Fairuzsy Rasyiddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro

Welcome to my Kompasiana blog! In this blog, i will post any popular article based from my insight or theoritical as a Communication Student. Asyita merupakan Mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya Minor Public Relations. Berkaitan dalam lingkup Ilmu Komunikasi, Asyita menyukai hal-hal yang berkaitan dengan sebuah trend komunikasi populer di era media baru seperti bahasan media sosial, serta uniknya sebuah komunikasi antar budaya yang memiliki keragaman tersendiri di tiap-tiap sebuah negara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bjorka: Hacktivism, Krisis, dan Ancaman Reputasi Pemerintah

25 September 2022   15:48 Diperbarui: 25 September 2022   16:02 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi hacker dan reputasi, Sumber: Freepik

  • Nama : Asyita Fairuzsy Rasyiddin
  • NIM : 2019041013
  • Dosen : Dr. Geofakta Razali, M. I. Kom
  • Mata Kuliah dan Kampus : Manajemen Krisis UPJ

Berkaitan dengan aksi bjorka sebagai hacker yang merangkap jadi aktivis, membuat publik khususnya netizen meragukan sistem keamanan data-data pribadi yang disimpan oleh lembaga pemerintah sebagai pihak yang seharusnya berwenang dalam menjaga data-data tersebut, sebab berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, keamanan perlindungan data pribadi dan privasi juga masih masuk ke dalam ranahnya HAM. Kegiatan hacktivist ini tentunya bisa dianggap sebagai ancaman reputasi terhadap lembaga Pemerintahan.  

Bjorka, ingar dibicarakan baru-baru ini di Twitter akibat kemunculan dirinya yang mengaku telah melakukan tindakan hacking atau peretasan terhadap arsip dokumen pribadi milik pejabat, lembaga publik, dan pemerintah. Bjorka meneror pemerintah dan beraksi dengan melakukan beberapa pembobolan data, diantaranya sebanyak 105 juta data pemilu masyarakat Indonesia (KPU), 1,3 miliar data registrasi SIM Card (Kominfo), hingga surat dan dokumen milik Presiden RI Jokowi. Motif Bjorka dalam aksinya menyerang pemerintahan dianggap sebagai hacktivism yang sebenarnya ingin menyuarakan perubahan sosial dengan kegiatan peretasan data siber milik pemerintah yang tentunya ilegal.

Krisis, menurut Institute for Public Relations (2007) merupakan ncaman signifikan terhadap operasi yang dapat memiliki konsekuensi negatif jika tidak ditangani dengan benar. Dengan kata lain, krisis dapat terjadi ketika masalah yang tidak terduga (atau tidak terduga) mengganggu stabilitas perusahaan.

Hacktivism Ancaman Reputasi Pemerintah

Kenapa fenomena hacktivism ini bisa dikatakan sebagai sebuah krisis yang dapat mengancam reputasi pemerintah? Karena berkaitan dengan definisi dari Krisis itu sendiri seperti yang sudah dijelaskan di atas, merupakan suatu ancaman yang terjadi dengan waktu yang tiba-tiba (tak terduga) pada sebuah lembaga/perusahaan/organisasi, krisis memiliki konsekuensi besar apabila tidak ditangani dengan benar. Berkaitan dengan kasus hacktivism yang sempat melanda lembaga pemerintahan di Indonesia, hal ini bisa mengancam reputasi lembaga Indonesia itu sendiri, karena fenomena hacker ini dinilai ilegal dengan merampas data-data pribadi penting penduduk Indonesia, kemudian dijual untuk alasan ekonomi si hacker itu sendiri. Bentuk krisis organisasi yang terjadi pada fenomena ini merupakan Reputational crisis, seperti yang dijelaskan Coombs, dalam (InstituteforPR, 2016) Reputational crisis adalah situasi di mana reputasi organisasi terancam atau menderita kerusakan reputasi yang signifikan. Jelas, krisis operasional dapat merusak reputasi organisasi. 

Krisis reputasi juga di sisi lain, menimbulkan sedikit risiko bagi keselamatan atau operasi pemangku kepentingan, hal ini bisa terjadi ketika sebuah aktivis dalam bentuk perorangan atau kelompok secara terbuka menegaskan bahwa organisasi tersebut bertindak tidak bertanggung jawab. Publik sebagai victim akan mengira bahwa sistem pengamanan yang telah dioperasikan oleh Pemerintah ini tidak aman, karena masih dengan mudahnya diretas. Apalagi saat ini beredar jika Bjorka, merupakan seorang lulusan SMA saja namun bisa membobol data-data penting milik pemerintah dan juga pejabat, sangat ironis. Pada kasus ini, Bjorka juga sempat memanfaatkan Twitter dan Telegram sebagai media sosial penyebaran bukti dirinya berhasil membobol data-data pemerintahan. Itulah mengapa jika adanya krisis reputasi ini dikaitkan dengan kemunculan media sosial, yang prosesnya cepat menyebar dan menjadi sebuah isu yang mengancam reputasi pemerintah, seperti Bjorka yang sempat menjadi trending topic di Twitter. Hubungan antara media sosial dan krisis reputasi, orang menggunakan istilah "krisis media sosial" yang tidak tepat untuk merujuk pada informasi negatif apa pun tentang organisasi yang muncul secara online. Pada kenyataannya, beberapa informasi negatif menyebabkan krisis reputasi yang sebenarnya merusak organisasi, sementara yang lain menyebabkan para crisis atau menyebabkan risiko krisis yang dapat dikurangi jika dikelola dengan benar (InstituteforPR, 2016).

Bagaimana Penanganan Reputational Crisis Seharusnya dilakukan? 

Menurut saya, penanganan reputational crisis bisa dikaitkan dengan dua sudut pandang penyelesaian humas yang berbeda, berkaitan dengan peran seorang PR di pemerintah (sebagai pihak internal), dan PR Agency (sebagai pihak eksternal), penjelasannya sebagai berikut:

  • Peran seorang humas pemerintahan (internal) 

Humas pemerintahan harus dapat menjadi juru bicara atas kejadian ini dan memandang hal ini berdasarkan communication perspective yang berkaitan dengan "how do we safeguard our reputation, while this problem is fixed?". Penanganan krisis ini bisa dikaitkan dengan mengidentifikasi tahapan yang terjadi dalam crisis communication, yang terdiri dari Pre-Crisis, Crisis, dan Post-Crisis. 

Pada tahap Pre-crisis: Sebagai seorang humas di Pemerintahan, tahapan ini dilakukan untuk dilakukan pemantauan dan identifikasi sebesar apa krisis yang telah terjadi, dapat dilakukan dengan pembuatan tim khusus dalam menangani ancaman siber berupa data breach, untuk mengamankan kembali sistem yang sudah bocor ke tangan hacker yang tidak bertanggung jawab. Sesuai dengan langkah pre-crisis ini, kenyataannya pemerintah telah  membentuk tim cepat tanggap atau emergency response team, yang anggotanya terdiri dari Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Pada tahap Crisis: Sebagai seorang humas di Pemerintahan, pada tahapan ini humas dapat berperan sebagai juru bicara kepada publik, untuk memberitahukan langkah positif apa saja yang sudah dilakukan misalnya dengan dikeluarkannya press release terkait pemberitaan ini kepada media. Humas harus dapat menyebarkan pesan dengan benar dan hati-hati, karena apabila Pemerintah sebagai organisasi gagal dalam menyampaikan informasi kepada pemangku kepentingan dan media, secara langsung akan beresiko menyebarkan rumor, dugaan, salah persepsi, hingga miss informasi. Hal ini bisa memperparah situasi dalam penanganan krisis.

Pada tahap Post-Crisis: Seorang humas di Pemerintahan juga harus mampu mengendalikan sentimen publik yang timbul, memantau kepercayaan publik dengan melakukan follow up terhadap kasus ini secara transparan, karena publik berhak mengetahui kelanjutan penanganannya. 

  • Peran seorang humas dalam PR Agency (eksternal) 

Berdasarkan riset, yang dipaparkan Marianne Admardatine, CEO Wunderman Thompson dalam (Kartika, 2019) 80% krisis disebabkan oleh opini publik. Pada saat yang sama, 69% krisis berasal dari hal-hal kecil yang tidak ditangani sampai menumpuk menjadi hal-hal besar.

Pembuatan Crisis plan yang dapat dibuat dapat berkaitan dengan opinion leader map analysis, dimulai dari melakukan tahapan analisis media sosial berkaitan dengan tanggapan dan opini publik yang dapat merugikan reputasi Perusahaan (bisa dalam membentuk tim khusus yang terdiri dari spesialisasi job desc media relations & social media handling), Kemudian buat analisis terkait batasan krisis dan dampaknya dengan  memposisikan citra pemerintah, dalam membuat tim crisis center, hingga menunjuk juru bicara (unofficial spokesperson) terkait krisis yang sedang terjadi, rencanakan press conference dengan lembaga pemerintah dengan mengakui kesalahan dan proses penanganan apa yang sudah berhasil dilakukan dengan penuh transparansi.

Penanganan Krisis Jika Dikaitkan dengan Teori Komunikasi

Masih merujuk pada hasil riset terkait 80% krisis disebabkan oleh opini publik. Menurut saya apabila reputasi krisis melanda Pemerintah, hal yang utama perlu diperhatikan adalah berkaitan dengan seberapa mampunya Pemerintah bersikap sebagai gatekeeping dalam menyebarkan informasi yang cepat dan tepat kepada publik, memaparkan secara konsisten hingga dapat meningkatkan kepercayaan publik kembali terhadap isu hacktivism ini. 

Apabila dikaitkan dengan teori komunikasi hal ini berkaitan juga dengan teori agenda setting yang mana pada praktiknya teori ini dapat digunakan sebagai sebuah pengendalian krisis yang mengancam reputasi pemerintah. Teori ini memiliki asumsi terkait aktivitas media yang dapat mempengaruhi opini publik. Dalam hal ini media massa memberikan sejumlah isu, dan memberikan penekanan pada isu tertentu, hingga mempengaruhi kognisi (pengetahuan dan citra) dari sebuah kejadian peristiwa di mata khalayak. Terkait dengan krisis hacktivism ini, menurut saya Pemerintah juga harus bisa mengendalikan media relations atau hubungan yang baik dengan para media massa, misalnya dengan membuat pemberitaan press release yang resmi dengan menonjolkan isu hacktivism ini merupakan krisis yang sudah direncanakan penangannya dengan baik, dalam masa pemberitaan yang telah disesuaikan lama durasi paparannya, penyebarannya juga dilakukan di seluruh media massa seperti broadcast, cetak, dan online agar publik menerima informasi secara menyeluruh, serta mengakui kinerja pemerintah yang tanggap dalam melakukan proses manajemen krisis dalam menghadapi aktivitas hacker apabila terjadi lagi di lain waktu.

Referensi:
Coombs, T. (5 Juli 2016). How to Communicate Effectively During Operational and Reputation Crises - Institute for Public Relations. Institute for Public Relations. Diakses 25 September 2022 dalam laman:https://instituteforpr.org/communicate-effectively-operational-vs-reputation-crises/#:~:text=Reputational%20crisis%20involve%20situations%20where,stakeholder%20safety%20or%20to%20operations.
Institute for PR. (30 Oktober 2007). Crisis Management and Communications - Institute for Public Relations. Institute for Public Relations. Diakses 25 September 2022 dalam laman: https://instituteforpr.org/crisis-management-and-communications/
PennState (The Arthur W.Page Center). (2022). Crisis Communication. Diakses 25 September 2022 dalam laman: https://www.pagecentertraining.psu.edu/public-relations-ethics/ethics-in-crisis-management/lesson-1-prominent-ethical-issues-in-crisis-situations/crisis-communication/
Prindonesia.co. (2019). PR INDONESIA - ROUND UP: Pentingnya Memiliki Panduan Krisis. Diakses 25 September 2022 dalam laman: https://m.prindonesia.co/detail/1472/ROUND-UP-Pentingnya-Memiliki-Panduan-Krisis
Putri, V. (2021, December 14). Teori Agenda Setting dalam Komunikasi Massa. Diakses 25 September 2022 dalam laman: https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/14/100000469/teori-agenda-setting-dalam-komunikasi-massa?page=all#page2 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun