Secara etimologi, maqamat merupakan kosakata bahasa Arab yang berasal dari kata kerja qama yang berarti berdiri. Dari kata kerja qama, terbentuklah kata maqam yang berarti tempat berdiri, posisi, atau kedudukan, seperti penyebutan maqam Ibrahim untuk tempat berdiri Nabi Ibrahim SAW. Selain itu, penggunaan kata maqam, seperti "seseorang berdiri pada maqam seseorang" yang berarti "seseorang mewakili kedudukan seseorang".
Maqamat mengalami pergeseran makna dari makna denotatif (harfiah) kepada makna konotatif (kiasan).
 Secara harfiah, maqamat berarti tempat berdiri. Dalam tasawuf, maqamat memiliki makna konotatif dengan dua konteks, yaitu perjalanan dan pendakian, dalam konteks perjalanan, maqamat mengalami pergeseran maknna dari tempat berdiri menjadi tempta berhenti dalam perjalanan rohani. Sementara itu, dalam konteks pendakian, maqamat mengalami pergeseran makna dari tempat berdiri menjadi tangga-tangga dalam pendakian rohani.
Ahwal secara harfiah yaitu keadaan/suasana. Dalam tasawuf, ahwal adalah suasana kalbu yang meliputi perasaan dan kerohanian serta emosi dan spiritual yang datang dan pergi dalam kalbu. Ahwal tidak bisa diundang/diusir dan tidak busa diusahakan dengan berbagai cara karena merupakan pemberian Allah SWT. Allah SWT membrikan ahwal kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Maqamat Menurut Para Sufi
Para suf berbeda dalam menentukan konsep, jumlah dan urutan maqamat sesuai pengalaman kerohanian masing-masing. Al-sarraj (wafat 378-H/988M) menuturkan bahwa maqamat yang dilewati sufi itu adalah tobat, warak, zuhud, fakir, sabar, tawakal, dan rida. Abu Bakar al-Kalabadzi (wafat 380H/990M) menyebutkan bahwa maqamat yang dilewati suf itu adalah tobat, zuhud, sabar, fakir, tawadu, takwa, tawakal, rida, mahabah dan makrifat. Sementara al-Ghazali (wafat 505H/1111M) menyebutkan bahwa maqamat yang dilewati suf itu adalah tobat, sabar, fakir, zuhud, tawakal, mahabah, dan makrifat. Adapun al-Qusyairi (376-465H/998-1086M) menjelaskan bahwa maqamat yang ditempuh suf adalah tobat, warak, zuhud, sabar, rida.
Persamaan dan Perbedaan Maqamat Dan Ahwal
Maqamat secara harfiah, berarti tempat berdiri, sedangkan secara kiasan, berarti tempat berdiri dalam perjalanan rohani atau tanga-tangga dalam pendakian rohani. Sedangkan ahwal dalam tasawuf adalah suasana kalbu tentang perasaan dan kerohanian yang datang dan pergi dalam hati. Ahwal pemberian Allah SWT tidak bisa diundang atau diusir dan memberi ahwal kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan mengambil dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Yang sering dibahas oleh sufi mengenai kesamaan atau perbedaan antara maqamat dan ahwal. Pada umumnya mayoritas suf membedakan antara maqam dan hal. Al-Ghazali (w. 1111) misalnya, menyatakan bahwa maqam dan hal itu berbeda. Maqam bersifat tetap, sedangkan hal bersifat berubah-rubah. Untuk memperjelasnya, al-Ghazali memberikan contoh pada warna kuning yang mempunyai dua bagian. Warna kuning tetap bisa ditemukan pada emas, sedangkan warna kuning tidak tetap bisa dilihat pada orang yang terkena penyakit kuning. Warna emas yang terus menerus kuning ini diibaratkan dengan maqam. Sedangkan warna kuning pada orang yang menderita penyakit kuning diibaratkan hal yang bisa berubah-rubah.
Persamaan dari maqamat dan ahwal ini, keduanya merupakan bagian dari perjalanan spiritual seorang untuk mencapai atau mendapatkan keridaan Allah SWT dengan caranya masing-masing.
Penulis : Asyiqa Rahma