Mohon tunggu...
Asyifa Tiara A
Asyifa Tiara A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PKN STAN

Seorang mahasiswa prodi Manajemen Keuangan Negara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengenaan Insentif Perpajakan untuk Mendukung Net Zero Emission 2060

26 Juli 2023   22:20 Diperbarui: 26 Juli 2023   22:28 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa Global Warming sangat mempengaruhi hidup manusia, mulai dari perubahan iklim yang tidak menentu, suhu bumi yang meningkat, dan kekeringan. 

Berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara untuk mengurangi dampak dari Global Warming salah satunya Indonesia menargetkan pada tahun 2060 Indonesia dapat mencapai net zero emission. Net zero emission ini adalah keadaan dimana jumlah karbon yang dilepaskan ke sistem atmosfer tidak melebihi jumlah yang diserap bumi. 

Emisi yang dilepaskan berupa gas rumah kaca seperti karbon monoksida, metana, dan dinitro oksida yang merupakan hasil dari kegiatan ekonomi dan kegiatan industri yang dilakukan manusia. Dalam mencapai net zero emission pemerintah Indonesia harus menyelesaikan beberapa masalah penting yaitu pemulihan ekonomi atas pasca-pandemi Covid19 dan pertumbuhan ekonomi yang masih bergantung pada energi kotor atau energi tambang.

Berbagai kebijakan ekonomi dilakukan untuk mencapai tujuan ini diantaranya yaitu dengan adanya pajak karbon melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan. 

Sektor energi dan transportasi menjadi sasaran utama dalam penurunan emisi sebesar 97%. Hal ini juga didukung dengan insentif yang diberikan pemerintah yaitu berupa tax holiday, tax allowance, dan fasilitas bea masuk. 

Pemerintah juga mengenakan pemotongan dan pengurangan pajak, insentif atas pajak properti, dan pemberian pembebasan pajak atas bangunan yang menggunakan energi terbarukan. Dalam bidang transportasi, pemerintah juga mengenakan insentif dan subsidi pada penggunaan kendaraan listrik.

Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada pemakaian bahan bakar berdasarkan karbon yang dihasilkan. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian negara yaitu ketika pemungutan pajak karbon dilakukan maka negara mendapatkan penerimaan sehingga dapat digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pengenaan pajak karbon di Indonesia masih terbilang cukup rendah jika dibandingkan dengan negara lain. 

Contohnya di Swedia tarif pajak karbon tertinggi yaitu sebesar USD 137 per ton dan Swiss mengenakan tarif pajak karbon sebesar USD 101 per Ton. Adanya pajak karbon ini mengakibatkan adanya pembatasan atas emisi yang dapat dihasilan oleh suatu perusahaan sehingga jika emisi yang dihasilkan melebihi batasan maka harus membeli kuota dari perusahaan yang mengeluarkan emisi dibawah batasan. 

Pemerintah khawatir Indonesia harus memenuhi kuota pengurangan karbonnya sebelum menjualnya, apalagi jika harga karbon di Indonesia murah, negara lain dengan harga karbon tinggi akan mempertimbangkan untuk membeli karbon di Indonesia.

Pajak karbon ini harus perlu diwaspadai karena adanya pengaruh tidak langsung ke masyarakat dengan adanya peningkatan harga energi. Terdapat sebuah kajian di Amerika Serikat mengenai penerapan pajak karbon yaitu penggunaan penerimaan dari pajak karbon untuk mengurangi pajak pengasilan adalah salah satu cara yang efisen, namun hal ini akan menguntungkan masyarakat kelas atas dan merugikan masyarakat kelas bawah. Terdapat cara yang tidak efisien namun merupakan opsi terbaik bagi masyarakat kelas bawah yaitu pengembalian pajak secara langsung. Mengombinasikan antara pemotongan pajak penghasilan dengan pengembalian pajak secara langsung sebagai kompensasi masyarakat ekonomi masyarakat bawah dapat meningkatkan keadilan bagi masyarakat. Penerapan pajak karbon tidak hanya melihat dari sisi ekonomi dan lingkungan saja, namun juga harus memperhatikan keadilan masyarakat khususnya masyarakat dengan ekonomi lemah.

Untuk mendukung ekonomi hijau insentif pajak juga diterapkan dengan meringankan kewajiban pajak dalam pajak penghasilan berupa pengurangan pajak penghasilan atau tax allowance dan pembebasan pajak penghasilan atau tax holiday bagi investor yang menanamkan modal di industri yang menggunakan teknologi ramah lingkungan (PMK Nomor 130/PMK.010/2020). Selain itu juga terdapat fasilitas pembebasan PPN bagi barang impor kena pajak dalam rangka memproduksi barang kena pajak, pembebasan bea masuk untuk barang yang berkaitan dengan energi terbarukan. Dalam sektor transportasi pemerintah juga memberi insentif PPN senilai 10% sehingga masyarakat hanya perlu membayar PPN sebesar 1% saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun