Sistem hukum di beberapa negara agamis cenderung lemah dan tidak independen. Hal ini menciptakan celah bagi pejabat publik untuk melakukan penyimpangan tanpa takut mendapatkan hukuman. Dalam banyak kasus, hukum ditegakkan secara tebang pilih.
3. Budaya Patronase dan Nepotisme
Di masyarakat yang religius, hubungan kekeluargaan atau kesukuan sering kali sangat kuat. Sayangnya, hal ini kadang disalahgunakan untuk membangun budaya patronase, di mana jabatan atau proyek diberikan berdasarkan koneksi, bukan meritokrasi.
4. Ketidaksesuaian antara Ritual dan Moralitas
Agama sering kali dipahami sebatas ritual, tanpa penghayatan nilai-nilai etis yang mendalam. Seseorang mungkin taat beribadah, tetapi tetap terlibat dalam praktik korupsi karena kurangnya kesadaran moral yang sejati.
5. Minimnya Transparansi dan Akuntabilitas
Banyak negara agamis tidak memiliki sistem pemerintahan yang transparan. Ketertutupan informasi membuka peluang bagi pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka tanpa pengawasan publik.
Dampak Korupsi di Negara Agamis
Korupsi memiliki dampak yang merusak di semua jenis masyarakat, tetapi di negara agamis, dampaknya sering kali lebih besar karena menyangkut kredibilitas agama sebagai landasan moral.
Hilangnya Kepercayaan Publik
Ketika masyarakat melihat pemimpin yang religius terlibat dalam korupsi, mereka kehilangan kepercayaan terhadap lembaga negara dan bahkan terhadap nilai-nilai agama.