Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, sosial media menjadi semakin banyak diakses dan tidak dapat dihindari lagi penggunaannya. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, semua membutuhkan sosial media untuk membantu menyelesaikan suatu hal yang sulit dilakukannya di dunia nyata. Lebih daripada itu, sosial media juga mampu meningkatkan interaksi antar sesama manusia, menyediakan informasi tanpa batas, serta memenuhi kebutuhan sosial dan emosional.
  Meskipun memiliki segudang manfaat yang beragam, hadirnya sosial media tentu tidak terlepas dari dampak negatif yang merugikan manusia. Paparan berlebih dari media sosial memotivasi penggunanya untuk selalu menampilkan bagian terbaik dalam kehidupan mereka. Selain itu, standar ideal yang ditampilkan terus menerus di sosial media tidak dipungkiri dapat menimbulkan body dissatisfaction, yaitu pemikiran menyimpang yang dialami individu karena merasa rendah diri dan tidak puas dengan kondisi fisik yang dimilikinya.
   Problematika terkait body dissatisfaction seringkali dianggap sebagai suatu hal yang sepele, namun ketika ditelaah secara seksama dapat menimbulkan gangguan serius yang berdampak pada kesehatan mental manusia. Untuk menyikapi adanya hal tersebut, kita sebagai seorang muslim sudah sepatutnya mampu mengimplementasikan self compassion, yaitu sikap positif individu yang tidak menghakimi dirinya sendiri, serta mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri ketika mengalami kesulitan atau penderitaan.
   Self compassion berkaitan erat dengan salah satu konsep dalam agama Islam, yaitu tawakal atau berserah diri dengan sepenuh hati kepada Allah SWT. Self compassion mencakup sikap welas asih yang dimiliki individu ketika menghadapi kesulitan dengan melibatkan penerimaan terhadap ketidaksempurnaan diri. Sedangkan tawakal dipahami sebagai sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT setelah melakukan usaha dengan melibatkan keyakinan dan penerimaan terhadap hasil yang diperoleh.
   Berbicara tentang tawakal, terdapat berbagai ayat Al-Qur'an yang memuat anjuran dan perintah untuk bertawakal, salah satunya dalam kutipan QS. Ath-Thalaq ayat 3 sebagai berikut:
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu".
   Selain itu, Ibnu 'Athaillah Al-Sakandari dalam kitab Al-Hikam (1980) karyanya telah memberikan definisi tawakal sebagai berikut:
"Tawakal adalah keadaan dan tingkah yang agung. Sikap tawakal meliputi aspek lahir dan batin. Lahirnya taat kepada Allah SWT dan batinnya tidak menentang-Nya. Islam berarti ketundukan seluruh anggota tubuh, sedangkan sikap tawakal adalah ketundukan hati. Perumpamaannya Islam adalah seperti rupa atau bentuk, sedangkan sikap tawakal adalah ruhnya. Islam adalah aspek lahir, sedangkan sikap tawakal adalah aspek batinnya. Seorang muslim adalah yang menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Lahirnya melaksanakan perintah-Nya dan batinnya berserah diri pada ketentuan-Nya".
   Dalam konteks ini, Ibnu 'Athaillah menyatakan bahwa orang yang bertawakal adalah orang yang memiliki pemahaman untuk tunduk dan tidak menentang kepada Allah SWT. Sehingga ketika seorang hamba telah mencapai tingkatan tawakal, maka ia akan senantiasa menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT seraya melaksanakan berbagai sebab yang diperintahkan-Nya.
   Adapun relevansi antara self compassion dengan definisi tawakal yang dinyatakan oleh Ibnu 'Athaillah tersebut adalah berkaitan erat dengan pentingnya motivasi diri untuk dapat menerima segala situasi yang ada, khususnya ketika memiliki kekurangan atau kejadian yang tidak sesuai harapan.
"Istirahatkan dirimu atau fikiranmu daripada kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin oleh lainmu, tidak usah kau sibuk memikirkannya"