Mohon tunggu...
Asyhari Eko Prayitno
Asyhari Eko Prayitno Mohon Tunggu... Guru - Ustadz
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya tinggal di Kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

LDII Ingatkan Prilaku Bangsa Hari ini Menentukan Masa Depan Indonesia

13 November 2021   09:29 Diperbarui: 13 November 2021   09:50 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: https://akuratmedianews.com

Jakarta (10/11), hanya dalam sekitar 4 bulan setelah kelahirannya, bangsa Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekannya, harus menghadapi Inggris kampiun Perang Dunia II dan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Sehingga terjadilah pertempuran Surabaya pada tanggal10 November 1945, menjadi sejarah perjuangan bangsa.

Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro Singgih Tri Sulistiyon mengatakan, "Heroisme rakyat Surabaya dicatat dengan harum dalam perjalanan sejarah bangsa, bagaimana bangsa yang baru lahir mempertahankan kemerdekaannya," ujar Singgih yang juga Ketua DPP LDII.

Singgih menjelaskan,bahwa sikap heroik dari rakyat Surabaya merupakan wujud kecintaan terhadap tanah air yang selama ratusan tahun mendapat tekanan  politik imperialisme yang meminggirkan bangsa Indonesia.

"Perlawanan mereka mengakibatkan serangan Inggris yang berlangsung selama tiga minggu yang luar biasa tersebut, mengakibatkan kerusakan besar terhadap kota Surabaya. Akibatnya  mata dunia tertuju kepada negeri muda bernama Indonesia yang melawan kolonialisme dengan gigihnya".jelasnya.

Singgih mengatakan, "Karena keberanian, kegigihan, dan spontanitas rakyat Surabaya yang mengubah sejarah Indonesia oleh rakyat Surabaya saat itu, di kemudian hari disebut sebagai bondo nekat atau bonek," katanya.

"Kolonialisme dan imperialisme juga bersalin rupa, maka peristiwa yang telah terjadi puluhan tahun lalu itu, seharusnya menjadi semangat dalam menghadapi tantangan globalisasi yang membutuhkan kecerdasan, kegigihan, dan adaptasi yang kuat. Sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa kelas tiga, hanya sebagai pasar dan bergantung terhadap bantuan negara lain," imbuhnya.

"Bangsa Indonesia harus bisa mandiri, sehingga bisa berperan dalam geopolitik dan geoekonomi secara sejajar dengan negara-negara lain. Jangan sampai menciptakan ketergantungan secara sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang merupakan bentuk-bentuk hegemoni dan dominasi atau kolonialisme baru. Hal tersebut bisa diantisipasi dengan menciptakan kemandirian bangsa", tambahnya.

Beliau juga mengungkapkan, bahwa bangsa Indonesia, dengan segala  kemampuannya, hendaknya jangan hanya menjadi destinasi investasi saja, namun juga mampu berinvestasi ke mancanegara. "Bangsa Indonesia tidak anti investasi asing, namun jangan sampai investasi itu mengganggu kedaulatan bangsa atau mendikte pemerintah Indonesia," ungkapnya
Agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, dan mampu mewujudkan isi dalam pembukaan UUD 1945, maka semua pihak harus bekerja keras dengan nilai-nilai luhur bangsa, "Apa yang dilakukan bangsa Indonesia hari ini, sangat menentukan perjalanan bangsa pada masa depan," tuturnya.

Sekretaris Umum DPP LDII Dody T. Wijaya memperkuat penjelasan Singgih, ia  mengatakan generasi muda terutama generasi Z yang lahir sekitar tahun 1997 hingga tahun 2000-an, menjadi tumpuan bangsa.  Menurut Dody mereka adalah generasi yang lekat dengan teknologi sehingga terkadang disebut sebagai i-gen."Mereka ambisius, mahir tentang hal digital, percaya diri, mempertanyakan otoritas, banyak menggunakan bahasa gaul, lebih sering menghabiskan waktu sendiri, dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi", jelasnya.

"Mereka  harus dibimbinkag dalam rangka menjemput Indonesia Emas 2045.Karena Generasi Z juga rentan terkena depresi juga kecemasan,"ucapnya.

Menurut Dody, Generasi Z harus mendapatkan nilai-nilai luhur bangsa, seperti memilki sifat bergotong royong,karena mereka adalah  anak teknologi dengan pemikiran yang global, bahkan nasionalisme yang bisa menembus batas negara dan ideologi, "Mereka juga harus memiliki karakter alim-faqih, berakhlak mulia, dan memiliki sikap mandiri," tambahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun