13 Mei 1981 menjadi masa yang mencekam, Paus Yohanes Paulus II yang merupakan kepala agama Katholik ditembak oleh sosok misterius saat melakukan audiensi umum di Lapangan Santo Petrus, Roma.
Meski saya belum terlahir saat itu tapi catatan sejarah tersimpan jelas melalui artikel media massa maupun online. Sebagai umat Katholik, saya sering diingatkan tentang kejadian ini baik guru agama ataupun melalui khotbah pastor saat misa di gereja.
Seandainya saya berada di lokasi penembakan, pasti saya akan menjerit histeris atau bisa jadi pingsan karena melihat ada penembakan di depan mata. Melihat darah saja sudah membuat saya takut apalagi ini tragedi penembakan yang seakan mengincar nyawa seseorang yang dikenal oleh dunia.
Saya membaca dengan detail beberapa artikel tentang kejadian ini, ternyata pelaku penembakan saat itu justru masih berusia 23 tahun bernama Mehmet Ali Agca, warga keturunan Turki. 4 peluru berhasil ditembakkan ke Paus Yohanes Paulus II dengan mengenai perut, lengan kanan dan jari telunjuk kiri Paus.
Wow, pemuda usia 23 tahun sudah memiliki niat mencelakai bahkan merencakan pembunuhan tokoh dunia. Bahkan Mehmet dinilai memiliki kemampuan menembak yang baik untuk ukuran pemuda seusianya.
Saya saja di usia tersebut masih berkutat dengan tugas kuliah. Terlalu sibuk kuliah hingga seringkali lupa untuk merawat diri atau bahkan menyenangkan diri sendiri.
Kisah kebaikan terjadi secara luar biasa, Paus Yohanes Paulus II yang merupakan korban sasaran pembunuhan justru setelah sembuh datang menemui Mehmet di penjara dan memberikan pengampunan. Bertemu secara personal dengan orang yang sempat membenci dirinya pasti membutuhkan hati lapang dan tulus yang luar biasa.
Banyak sumber mengatakan bahwa tahun 2000 secara khusus Paus Yohanes Paulus II memberikan pengampunan khusus kepada Mehmet sebagai bagian dari tahun Yubilee yang tengah diperingati oleh umat Katholik sebagai masa untuk memberikan pengampunan.
Saya seakan tertampar oleh kebaikan Paus Yohanes Paulus II. Bagaimana tidak, ketika ada orang atau bahkan teman yang melukai diri saya secara fisik maupun verbal. Saya begitu marah bahkan muncul rasa benci dan dendam kepada orang yang sudah berbuat jahat pada saya. Ternyata saya hanyalah manusia biasa yang berkutat dengan nafsu dan emosi.