Dalam adat istiadat suku Dayak, khususnya sub suku Dayak Jawan, tuak memang menjadi salah satu minuman yang penting, terutama dalam acara-acara seperti Gawai Dayak.
Tuak adalah minuman beralkohol tradisional yang dibuat dari fermentasi beras, ubi batang, atau bahan-bahan lain. Minuman ini sering digunakan dalam upacara-upacara adat sebagai simbol persatuan, dan tanda penghormatan terhadap tamu.
Gawai Dayak, yang merupakan festival tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan, adalah salah satu momen di mana tuak biasanya disajikan.
Selama perayaan ini, tuak tidak hanya menjadi bagian dari jamuan, tetapi juga memiliki nilai ritual yang mendalam.
Minuman ini sering digunakan dalam upacara adat, doa, dan persembahan sebagai simbol kelimpahan, kebersamaan, dan rasa syukur kepada Tuhan.
Selain di Gawai Dayak, tuak juga hadir dalam berbagai acara adat lainnya seperti pernikahan, upacara kematian, dan ritual panen (nyemaru, makan beras baru).
Tuak memainkan peran penting dalam mempererat hubungan sosial dan budaya di kalangan masyarakat sub suku Dayak Jawan, serta menjaga tradisi dan warisan budaya mereka.
Di sub suku Dayak Jawan khususnya, tuak biasanya dibuat dari beras ketan yang difermentasi, namun ada juga yang menggunakan ubi batang, namun itu jarang sekali ditemukan, khususnya di kampung sub suku Dayak Jawan.
Proses pembuatan tuak melibatkan fermentasi yang bisa memakan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu, bahkan terkadang hingga satu bulan. Proses ini memberikan tuak rasa yang khas dan tingkat alkohol yang bervariasi.
Tuak memiliki rasa yang manis dan sedikit asam, dengan aroma yang khas hasil dari proses fermentasi. Untuk rasa, sub suku Dayak Jawan, rasa tuak dibedakan menjadi dua jenis.