Mohon tunggu...
Asya F
Asya F Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan International

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Hubungan Internasional Mengenai Krisis HAM di Myanmar dan Peranan Aktor Non Negara

2 Agustus 2023   23:16 Diperbarui: 2 Agustus 2023   23:17 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Studi Kasus Hubungan Internasional mengenai Krisis HAM di Myanmar dan Peranan Aktor Non Negara

 

NPM : 203507516092

Nama : ASYA FINDIANA

Progdi : Hubungan Internasional

 

 

Pendahuluan

Krisis pengungsi Rohingya akibat aksi genosida di Myanmar telah menarik perhatian dunia internasional. Kekerasan tersebut telah menewaskan ratusan bahkan menelantarkan lebih dari 140.000 jiwa (Burma, 2015). Konflik etnis yang terjadi di Myanmar ini merupakan konflik sektarian antara etnis Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim dan Rakhine yang merupakan etnis mayoritas penganut Buddha. Rohingya sendiri merupakan kelompok minoritas Muslim yang ada di negara bagian Rakhine, yang menempati bagian barat pantai Myanmar. Keberadaan kelompok minoritas etno-religius ini resmi mengalami diskriminasi oleh pemerintah Myanmar sejak tahun 1982 dengan keluarnya UU kewarganegaraan yang menyatakan menolak akses kewarganegaraan minoritas Rohingya atau tidak diakui sebagai etnis di Myanmar.

Pertikaian antar kedua etnis ini sudah lama tercatat di sejarah Myanmar, dan kerap terjadi sepanjang dekade tahun 1990 bahkan sebelumnya (CNNIndonesia, 2014). Pada awalnya, Myanmar adalah negara yang dikenal dengan sebutan Burma, namun pada tahun 1989, nama Burma telah diubah menjadi Myanmar (Pramono, 2010:1). Sejak saat itu Myanmar dipimpin oleh rezim junta Militer. Sejak berkuasa pihak junta militer selalu menekan etnis Rohingya dengan berbagai cara dan tidak mengakui Rohingya sebagai salah satu dari masyarakat minoritas di Myanmar (Pramono, 2010:2).

Amnesti Internasional mencatat pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Junta Militer atas etnis Rohingya, dan pada tahun 1980-an sekitar 200.000 warga etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat berlakunya Operasi Nagamin. Operasi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa setiap individu yang berada di Myanmar. Sejak saat itu muslim Rohingya terus menderita karena pelanggaran hak asasi manusia. Konflik kembali muncul tepatnya terjadi pada bulan Juni dan Oktober dan melibatkan kelompok Budha dan Muslim Rohingya.

Atas kondisi tersebut, dibangun kamp-kamp untuk tempat tinggal sementara bagi minoritas Rohingya. Kelompok minoritas ini tinggal di kamp-kamp yang penuh dan sesak, sehingga tidak mencerminkan kehidupan yang baik. Di kamp-kamp tersebut etnis Rohingya dan muslim Kaman tidak mendapatkan kebebasan bergerak, akses makan dan air minum yang bersih sangat terbatas, sanitasi yang buruk, perawatan medis yang kurang, serta tidak adanya kesempatan kerja dan pendidikan (BBC, 2012).

Kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar atas etnis Rohingya ini dikatakan sebagai kejahatan kemanusiaan, sama seperti yang telah didefinisikan dalam Statuta Roma yang berkaitan dengan Makamah Pidana Internasional. Pola pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada muslim Rohingya, dapat dikatakan sebagai peristiwa yang terjadi cukup luas dan sistematis. Bahkan situasi tersebut telah menunjukan bahwa pelanggaran HAM terhadap Rohingya di Myanmar dianggap telah melanggar hukum internasional dan dikatakan sebagai pembersihan etnis (Burma, 2015).

Dengan berusaha memberikan pemahaman terhadap peran aktor hubungan internasional khususnya NGO (Non-Governmental Organization) internasional. Human Rights Watch (HRW) sebagai salah satu INGO yang hirau dengan penegakan hak asasi manusia, hadir di Myanmar untuk membantu korban Rohingya pasca konflik yang melibatkan etnis Rohingya di Myanmar. Dalam melihat krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar sebagai aktor non- negara HRW hadir untuk membantu etnis Rohingya yang telah mengalami diskriminasi, sehingga hal ini menarik untuk dikaji, bagaimana perannya dalam krisis kemanusiaan disana dengan menggunakan konsep Transnational Advocacy Network.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun