Di sebuah kos sederhana yang berada dekat dengan kampus ada dua sahabat baru yaitu Tukut dan Nuru, tengah meniti perjalanan awal mereka sebagai mahasiswa semester satu. Mereka datang dari latar belakang yang berbeda namun menghadapi tantangan yang sama hidup mandiri di kota perantauan dengan segala keterbatasan, termasuk soal keuangan. Bagi mereka hidup sebagai anak kos merupakan ujian nyata dalam mengelola uang saku dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, di tengah kesulitan ini solidaritas antara mereka tumbuh semakin kuat.
Tukut, seorang mahasiswa baru yang dikenal ceria dan selalu penuh semangat, sedang menghadapi masalah yang sering dialami oleh mahasiswa baru kehabisan uang sebelum akhir bulan. Meski baru semester pertama, Tukut sudah merasakan betapa sulitnya mengatur keuangan untuk kebutuhan makan, transportasi, dan tugas kuliah. Pada titik ini, kiriman dari orang tuanya terlambat, dan Tukut benar-benar tidak memiliki uang tersisa untuk bertahan hingga kiriman datang.
Meskipun demikian, Tukut adalah pribadi yang mandiri dan tidak ingin merepotkan orang lain. Namun, kelaparan di tengah malam dan tugas kuliah yang terus berdatangan membuatnya mulai kewalahan. Nuru teman satu kelasnya, mulai melihat perubahan pada Tukut. Tanpa banyak bicara, Nuru menyadari bahwa Tukut sedang dalam kondisi sulit.
Nuru seorang mahasiswa yang memiliki sikap tenang dan selalu peduli pada sekelilingnya, dengan cepat menangkap bahwa Tukut sedang menghadapi masalah keuangan. Tanpa menunggu Tukut meminta bantuan, Nuru merencanakan cara untuk membantu sahabatnya ini tanpa membuatnya merasa malu.
Dengan lembut Nuru mengajak Tukut untuk makan bersama dengan alasan dia ingin mentraktir, lalu Nuru membeli banyak makanan dan mengundang Tukut untuk ikut makan meski Tukut awalnya merasa enggan, lama-kelamaan ia menyadari bahwa Nuru melakukan ini untuk membantunya tanpa mengurangi rasa harga diri Tukut.
Hari-hari di kos mereka diwarnai dengan kebersamaan yang semakin erat. Nuru tidak hanya membeli makanan namun juga memasak untuk Tukut, tetapi juga mengajak Tukut belajar bersama untuk mengejar ketertinggalan tugas-tugas kuliah yang mulai menumpuk. Dalam kebersamaan tersebut, Tukut tidak hanya merasa terbantu secara materi, tetapi juga mendapatkan dukungan moral yang membuatnya semakin kuat dalam menghadapi kesulitan.
"Tidak apa-apa, kita kan saling bantu, nanti juga kalau aku butuh bantuan kamu pasti ada buat aku, ujar Nuru suatu malam saat mereka tengah makan bersama. Kata-kata itu membuat Tukut terharu dan semakin memahami bahwa dalam hidup ini, terutama sebagai mahasiswa baru, saling tolong-menolong adalah hal yang sangat berharga.
Pada akhirnya, Tukut tidak hanya bisa bertahan menghadapi masalah keuangannya, tetapi juga semakin kuat secara emosional berkat dukungan Nuru. Inilah inti dari kehidupan sebagai anak kos di mana persahabatan dan solidaritas menjadi kunci untuk mengatasi segala keterbatasan, terutama di masa-masa awal perkuliahan yang penuh tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H