Sadar atau tidak, fenomena politik yang berkelindan di tanah air, lumayan sangat mengundang daya tarik publik luas, dan membuat publik geleng geleng kepala dibuatnya, seakan menggambarkan rumitnya memahami bahasa konstitusi atau aturan yang ada di negeri ini, dalam konteks sikap dan perilaku kebangsaannya. Semangat nasionalis atau patriotisme. Semangat kebangsaan telah dirubah dan dikonfirmasi sebagai bahasa kepentingan golongan tertentu dalam mengelola bangsa dan negara. Ada sejumlah publik, menyebut, negeri ini sebagai negeri Konoha, atau negeri Wakanda.Â
Bahasa kepentingan menjulur keluar ke permukaan publik tidak hanya sebatas pada lidah dan lisannya, melainkan juga pada pola pikir dan pola sikapnya. "Tak ada lawan dan juga kawan. Yang ada ialah kepentingan, "demikian nyanyian pragmatisme di senandungkan diruang publik. Dan publik pun tertarik untuk mengikuti nyanyian itu, kepentingan anda dengan kepentingan saya adalah berbeda, maka kepentingan itu pun berdialektika di ruang publik, diruang kemanusiaan suatu bangsa, sehingga tawar menawar pun lumayan sangat ramai serupa penjual dan pembeli bertemu di pasar pasar tradisional.
Belum menghilang dan masih membekas di ruang ruang publik terkait kegiatan pesta Demokrasi. Pemilihan calon presiden dan wakil presiden, serta calon anggota DPR, DPD, DPRD, telah usai. Dan pada saat bersamaan warga negara pun kembali dilibatkan dalam kegiatan Demokrasi dirumahnya, Indonesia. Yakni pemilihan umum kepala daerah serentak di tanah air, pemulihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
PEMILIHAN ANGGOTA LMK JAKARTA
Tidak hanya lembaga Komisi Pemilihan Umum, lembaga tingkat warga, RW, se kelurahan di Jakarta, tak terkecuali kelurahan Harapan Mulia, menyelenggarakan kegiatan pemilihan anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan. Setiap calon anggota selain harus mengacu dan mengikuti ketentuan Peraturan Daerah Jakarta, mereka juga harus mengikuti dan ketentuan tata tertib para panitia pemilihan, yang dibuat oleh Panitia Bakal Calon, yang terdiri dari perwakilan RT, tokoh masyarakat, dan kelurahan didalamnya.Â
Terkait dengan keberadaan Lembaga Musyawarah Kelurahan, bisa merujuk pada peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Lembaga Musyawarah Kelurahan. Dalam perubahan itu, diatur tentang masa jabatan anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan. Yakni, selama lima tahun. Dalam Perda itu pun diatur mengenai syarat menjadi calon anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan. Antara lain, berpendidikan minimal SMA Sederajat, sehat jasmani dan rohani. Tidak menyebutkan besaran biaya untuk menjadi calon anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan.Â
Namun, fenomena yang terjadi lumayan sebaliknya. Pendaftaran calon anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan Harapan Mulia, terutama di wilayah RW. 01, diduga panitia telah memungut setoran dua juta rupiah untuk masing masing calon anggota LMK. Dan anehnya, peraturan, atau tata tertib itu telah disepakati oleh seluruh pengurus RT di wilayah tersebut. Peraturan yang dibuat oleh Panitia Pemilihan Bakal Calon itu, telah membuat publik di wilayah tersebut dibuat kecewa dan geram. Apalagi diketahui, ada warga yang ingin mendaftarkan dirinya menjadi calon anggota LMK, terpaksa mundur, lantaran tak memiliki uang.Â
Dan pada tanggal 19 October 2024, Panitia Pemilihan Bakal Calon Anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan di gelar di ruang publik. Terlihat para calon anggota LMK RW. 01, menyampaikan perkenalannya. Masing masing calon tersebut ialah Satrio, Eti, Welly, dan seorang incumbent, Sumarni. Dan incumbent itu pun terpilih kembali untuk kedua kalinya dalam menjadi anggota LMK, mewakili RW 01, untuk Kelurahan Harapan Mulia, Kecamatan Kemayoran, Jakarta pusat.Â
Kekuatan uang sudah mempengaruhi dan menguasai ruang publik di Indonesia, tak terkecuali untuk menjadi calon anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan, terutama di wilayah RW. 01. Jika kekuatan uang dibiarkan bergerak dan menguasai ruang publik, maka dapat dipastikan ruang demokrasi berubah menjadi ruang kleptokrasi, atau oligarki. Sementara warga masayarakat yang memiliki kapasitan dan kepedulian terhadap persoalan membangun dan memberdayakan wilayah dan warganya akan kehilangan kesempatan.Â
Mengenai fenomen itu, warga masyarakat hanya terdiam, pasrah, dan menerimanya. Tak memiliki akses, pengaruh, dan kekuatan untuk merubahnya ke arah yang lebih baik. Publik harus mengadu kemana? Mengadu kepada siapa?Â