Fenomena politik ditanah air memasuki babak baru pasca orde baru. Yakni, fenomena politik pemilihan presiden dan wakil presiden 2024-2029. Sebahagian publik menganggap fenomena politik 2024, dianggap tak wajar, dan melanggar etika konstitusi. Mereka menganggap majunya Gibran Rakabumingraka, dianggap telah melakukan pelanggaran demokrasi dengan pola demokrasi didalamnya. Bahkan media ternama, “TEMPO”, menganggap Gibran adalah haram reformasi. Majunya Gibran, sebagai cawapres Prabowo Subianto, dianggap sebagai upaya mengamankan kepentingan oligarki dan dinasti.
Namun, persepsi publik itu, dianggap sebagai “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Kenyataannya, pihak penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), menerima pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran, dan bahkan dianggap telah memenuhi syarat dan sah, untuk mengikuti ajang pemilihan presiden dan wakil presiden 2024-2029.
ENTERTAIN DEMOKRASI
Sebagaimana kita ketahui, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), menyelenggaran kegiatan debat antara calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2024, sebanyak lima kali dengan tema yang berbeda sesuai dengan konteks kebangsaan dan negara. Dan pada debat yang keempat, debat antar calon wakil presiden adalah suatu hal yang menarik bagi siapa pun yang menyaksikannya.
Pada debat calon wakil presiden itu, menghadirkan Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabumingraka, dan Mahfud MD, dengan mengambil Tema Lingkungan, suatu tema yang lumayan sangat sensitif bagi kehidupan kita ummat manusia didunia, tak terkecuali manusia Indonesia. jika suatu pemangku jabatan keliru dalam mengelola lingkungan, maka akan berdampak pada kehidupan hewan, tetumbuhan dan juga manusia didalamnya. Exampleir: Jika air sungai dijadikan tempat untuk pembuangan sampah warga masyarakat, maka perlahan dan pasti air sungai akan naik kepermukaan yang lumayan sangat signifikan (jika banjir), dan mengakibatkan banjir dan merendam tempat tinggal warga masyarakat sekitarnya.
Pada debat antar cawapres, 21 Januari 2024, diluar dugaan publik, seorang calon wakil presiden, Gibran, telah memantik perhatian publik, lantaran menggeser format debat yang konvesional, kaku dan flat. Gibran, melakukan unsur hiburan dipanggung debat cawapres, serupa ruang pertunjukkan kesenian. Secara reflek, Gibran, melakukan gimik teater yang membuat publik menikmati pertunjukan debat itu. Secara spontanitas, publik pun dibuat tersenyum, dan bahkan tertawa terbahak bahak menyaksikannya.
Apakah yang dilakukan Gibran itu, dianggap telah mengaburkan substansi debat. Entahlah! Biar publik tanah air yang menilai dan memutuskannya. Yang jelas, setiap individu memiliki kemerdekaan untuk mengekpresikan dirinya di ruang publik, termasuk didalam ruang debat politik. Dan gaya (gimik) Gibran itu, merupakan suatu gaya penyampaian visi dan misi politik kebangsaan sebagai warga negara yang kelak memimpin bangsa dan rakyat Indonesia, dengan pola memasukkan unsur entertain didalamnya, biar suasana debat diruang publik itu dapat menjadi cair dan mengalir, tidak serius dan mengerutkan dahinya.
Ada salah seorang pemerhati atau pengamat, yang menyimpulkan bahwa debat calon wakil presiden yang digelar KPU RI itu adalah peristiwa debat pertama yang terjadi diseluruh dunia. Ada unsur formalistik, normatif, dan entertain. Benar benar mengibur publik yang menyaksikannya. Celingak celinguk keatas, kebawah, kekiri dan kekanan ruang debat. “Kok, saya tak menemukan jawaban dari bapak Profesor Mahfud, “ demikian ungkap Gibran diruang debat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H