Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senja Berpuisi Menutup Akhir Tahun, Membaca Kebudayaan Bangsa

10 Desember 2023   12:47 Diperbarui: 10 Desember 2023   12:50 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Group musikalisasi puisi dalam acara Senja Berpuisi di selasar PDS HB Yassin, 09/12/23. Foto : asof12/Ilustrasi.

Suatu hari, menyambangi salah satu wilayah di Jakarta, tepatnya, Kemayoran, Jakarta pusat. Dan saya berkesempatan mengikuti kegiatan belajar membaca huruf. Peserta didalam kelasnya, lumayan sangat banyak, orang orang yang sudah tua dan bahkan terdapat yang sudah memasuki usia senja. Mereka sama sekali belum bisa mengenal dan membaca huruf. Ketika ditanya (salah seorang) : Mengapa baru sekarang belajar membaca? Ia pun menjawabnya dengan lugas : "Belajar tak mengenal usia! "

Fenomena langka itu, mengingatkan saya kepada salah seorang peraih hadiah nobel, Hellen Keller, seorang penyandang cacat ganda. Dirinya mengakui, bahwa dengan mengenal huruf, ia dapat membaca dan memahami dunia disekitarnya. Sehingga tidak mengherankan, jika para Malaikat bersujud kepada Nabi Adam, setelah Adam, menjelaskan nama nama benda yang berada dialam semesta. "Everything has a name, " demikian ungkap Hellen Keller. 

PUISI KEBUDAYAAN 

Sebagaimana diamini bersama, bahwa kata bukanlah letupan angin semata, kosong, dan tanpa makna. Kata memiliki makna psikologis kebudayaan. Dan kebudayaan tidak akan tumbuh dan berkembang, tanpa peran kata didalamnya, kata yang dituliskan, dilisankan, dan di aktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata tidak harus berhenti disatu ruang dan waktu, melainkan harus diperjuangkan sepanjang ruang dan waktu dalam kehidupan. "Memperjuangkan kata kata, " begitu Rendra, mengingatkan dan membangkitkan publik tanah air.

Memangnya, kata bisa dihentikan dan didiamkan ? Jawabannya sederhana, "Bisa". Ketika kata kata itu, telah bersentuhan dengan ruang kekuasaan yang otoriter, kekuasaan mutlak. Kata kata yang dapat merugikan popularitas dan kekuasaannya, akan segera dikondisikan menjadi diam, dengan cara dipenjarakan, atau dibeli seharga rupiah dan jabatan. Hal tersebut, pernah terjadi dan dialami oleh seorang filusuf kenamaan Yunani, Socrates. Gegara kata, Socrates, ditangkap oleh aparat hukum negara kekuasaan, dengan alasan membuat keonaran diruang publik. Socrates pun dapat dibebaskan dari penjara, dengan syarat syarat yang ditentukan oleh kekuasaan yang berkuasa : Berhenti berkata kata-diam diruang publik untuk selamanya, ataukah meminum racun untuk tidur selamanya (mati). 

Ketika kata kata berkelindan dan menyentuh ruang ruang kekuasaan yang cenderung otoriter, dan KKN, maka kata kata itu akan berhadapan dengan kekuatan instrument kekuasaan yang siap dimainkan. Dan ketika kata kata itu, berhasil ditaklukan, maka kebudayaan pun akan mengalami kesulitan untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebudayaan akan menyurut mundur. Dan peradaban akan meluncur keatas menggantikannya (kebudayaan), peradaban materi, peradaban oligarki. Suatu peradaban yang lebih mengedepankan kuantitas, dan bukan kualitas. Jika berbangsa, maka akan kehilangan 'rasa' kebangsaannya. Jika beragama, maka akan kehilangan 'rasa' keagamannya. Dan seterusnya. 

Kebudayaan, kini mengalami masalah dalam kontek kebebasan berekpresi direpublik ini. Kebudayaan telah dipandang sebagai ongkos, biaya, dan bukan lagi sebagai suatu invstasi masa depan bangsa. 

Membangun kebudayaan lumayan sangat banyak cara. Dan salah satunya ialah melalui "Puisi". Berpuisi tak boleh memasuki waktu senja. Apalagi sampai berakhir diujung akhir tahun. Tetapi puisi-berpuisi harus selalu berbunyi disetiap ruang dan waktu, membangun masa depan kebudayaan bangsa yang lebih baik. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun