"Serapi rapinya bangkai  dikemas tertutup, bau busuknya akan tercium juga, " demikian ungkap leluhur Kira. Pepatah itu, masih relevan untuk kita digunakan dalam menyikapi realitas kehidupan kita. Sebagaimana diungkapkan oleh seorang antopolog kenamaan, Ernest Cassie, "Ruang dan waktu adalah bingkai dalam kehidupan, didalamnya segala realitas kita hadapi".
Didalam realitas kehidupan kita, sesungguhnya tidak ada ruang kosong dan hampa, melainkan ruang peristiwa. Dan didalam setiap ruang peristiwa tidaklah berdiri dengan sendirinya, melainkan terkait dengan peristiwa peristiwa yang mendahului sebelumnya, tak terkecuali dengan peristiwa sosial-politik ditanah air, Indonesia. Indonesia pasca runtuhnya kekuasaan orde baru, serupa hidangan lezat dimeja makan, yang diperebutkan oleh segelintir elit. Oligarki. Kekayaan alam Indonesia berusaha diperebutkan dan disayat sayat dan disantap sesuai selera mereka.Â
Ada yang mendapatkan luas lahan tanah, pertambangan, batu bara, nikel, minyak bumi, gas bumi, dan seterusnya. Mereka dengan rakus dan tamaknya melahap, tanpa memikirkan rakyat, bangsa dan negaranya, yang notebene adalah pemilik kedaulatan.Â
DUA BANGSA DALAM SATU NEGARA
Seorang sejahrawan kenamaan asal Inggris, Toynbee, sempat terkejut menyaksikan negaranya telah berubah menjadi dua bangsa, "Bangsa miskin dan bangsa kaya". Pertanyaan pun muncul kepermukaan : Apakah Indonesia pun kelak akan berubah dan terbelah menjadi dua bangsa didalam satu negara (bangsa kaya dan bangsa miskin) ? Untuk menjawabnya secara ekplisit, lumayan sangat sulit. Namun, fenomena fenomena politik dan kekuasaan yang berkelindan ditanah air (Indonesia) dapat menunjukkannya secara implisit.Â
Fenomena pertumbuhan ekonomi nasional, lumayan tidak berbanding lurus dengan didalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa kita. Terungkap, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin misikin. Menurut seorang ekonom, Faisal Basri, "angka kemiskinan di Indonesia telah (terindikasi) mencapai 65 %". Suatu angka yang lumayan sangat signifikan dan mengejutkan kita. Boleh jadi angka itu bukanlah angka kemiskinan alami, melainkan disebabkan oleh angka kemisikinan struktural. Yakni kemiskinan yang (diduga) sengaja dilahirkan oleh kebijakan politik dan kekuasaan yang lebih mengutamakan dan mengedepankan kepentingan segelintir elite. Oligarki.Â
Memanglah, oligarki lumayan sangat sulit ditekan dan dikurangi. Apalagi ditiadakan atau dihapuskan pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi. Oleh karena kegiatan oligarki, sudah berjalan seiring lahirnya sejarah politik dan kekuasaan didunia ini. Dan puncaknya ialah dimasa kekuasaan Fir'aun, Raja Mesir. Kekuatan dan kekuasaan oligarki, diketahui mampu menginkari nikmat hidup yang diberikan oleh Tuhan, dan mampu berbuat zhalim secara kolosal kepada rakyatnya, Menindas, memenjarakan, dan membunuhnya. Kehadiran para Nabi dan Rasul Tuhan adalah dalam konteks mengembalikan kekuasaan manusia yang absolut itu kepada Kekuasaan Tuhan Yang Mutlak.
Fenomena fenomena politik dan kekuasaan yang kian menggurita pasca runtuhnya kekuasaan orde baru, kian mengerikan dan memerihkan rakyat dan bangsa Indonesia. Harapan akan lahirnya keadilan yang dilahirkan hukum kemudian hari, berubah menjadi kecemasan yang mencekam. Kehidupan rakyat semakin terancam ditangan para segelintir orang, oligarki. Mereka (oligarki) adalah ketua umum partai politik, dan pengusaha. Keduanya itu, telah berhasil melahirkan alat alat kekuasaan dan kekakayan melalui proses politik, seperti presiden, gubernur, walikota, dan bupati di Indonesia.Â
Alat alat kekuasaan itu, akan setia mengikuti fatsoen para ketua umum partai politik dan pengusaha, yang telah menjadikannya (presiden, gubernur, walikota, dan bupati). Sebagai abdi oligarki, maka para penguasa itu dengan suka atau tidak akan mempersembahkan asset assets kekayaan negara-pusat dan daerahnya kepada sang ketua umum dan pengusaha tersebut. Jika berani membangkang, maka abdi abdi itu akan segera digorok dari kursi kekuasaannya.Â
Fenomenal. Seorang Elit politik partai Nasional Demokrat, Surya Paloh, menjadi fenomenal diruang permukan publik tanah air, lantaran ujug ujug mencalonkan Anies Baswedan, sebagai capres dari partai Nasdem. Secara logika konstitusi, keputusan itu dianggap tidak waras. Menginkari akal sehat bangsa. Mengapa Surya Paloh, begitu ngebet sekali mendaklarasikan calon presiden? Mengapa Anies Baswedan, yang menjadi pilihan untuk di capreskan? Apakah Surya Paloh, memiliki kepentingan tersirat, dan malu jika disuratkannya kepada publik? Apakah Surya Paloh, sedang berusaha untuk mengamankan assets assets kekayaannya yang lumayan sangat melimpah? Entahlah!Â