Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa, Membangun Moralitas Kebangsaan

26 Maret 2023   06:13 Diperbarui: 26 Maret 2023   06:20 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: asof12-canva/Ilustrasi

Bacalah! Demikian Malaikat Jibril, memdiktekan wahyu-Nya yang pertama kepada (Nabi) Muhammad, di Gua Hira. "...Aku tidak pandai membaca, " ungkap (Nabi) Muhammad, kepada Jibril. Sesudah sampai ketiga kalinya, Jibril pun memeluk Muhammad, kemudian melepaskannya, sambil berkata : "Bacalah dengan nama Tuhan yang telah menjadikan......(Qur'an-al Alaq) 

Dengan suasana hati yang memggetar, Muhammad, segera turun gunung kembali pulang kerumah, dan meminta kepada istrinya, Siti Khadidjah, untuk menyelimutinya. Setelah nyaman dan hilang rasa cemasnya, Muhammad pun menceritakan, apa yang telah menimpa dirinya didalam Gua Hira. "Aku takut diriku binasa, " ungkap cemas Muhammad, kepada istrinya, Khadidjah. Siti Khadidjah, pun berusaha menentramkan diri suaminya, Muhammad. Dan berkata : " Tidak! Tidak sekali kali. Demi Allah! Tuhan tidak akan menghinakan engkau, lantaran engkau adalah seorang yang suka menghubungkan silaturrahim, suka menanggung kepayahan, membelanjai fakir miskin, menjamu tetamu, dan membantu orang orang yang ada dalam kesusahan. 

Khadidjah, membawa Muhammad, kepada anak saudara ayahnya, Warqah bin Naufal. Dan diketahui, Warqah, pernah menganut agama Nasrani, dan pandai menulis dalam bahasa Ibrani. Beliau pernah menyalin kitab Injil dalam bahasa Ibrani. Setelah Muhammad, menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya, di Gua Hira, Warqah pun menjawabnya dengan bobot simbolis : "Itulah Jibril yang telah (pernah) diturunkan Allah kepada Musa. Warqah pun berseraya : " O, anakku, jika aku masih hidup kiranya, saat engkau diusir oleh kaummu". Muhammad pun segera membalas ucapan Warqh : " Apakah aku akan diusir oleh mereka? ". Warqah, pun berusaha menenangkan rasa cemas Muhammad : "Tak ada orang yang mengenengahkan perkara seperti yang engkau bawa ini, melainkan dimusuhi orang. Jikalau aku masih hidup dimasamu, pasti aku akan memberi pertolongan kepadamu".

CERMIN KEHIDUPAN 

Al Qur'an dan al Hadits adalah sumber hukum ummat Islam. Percaya kepada kitab kitab-Nya dan para utusan-Nya adalah cermin dari struktur-keimanan. "Barang siapa yang berpegang teguh kepada kedua pusaka, niscaya mereka tidak akan tersesat selama lamanya. Ketahuilah! Kedua pusaka itu ialah al Qur'an dan al Hadits, " demikian Rasulullah, berpesan kepada ummatnya. 

Sebagaimana diterangkan dalam wahyu al Qur'an : "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yakni) bagi orang orang yang mengharapkan (rahmat) dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Quran). Terkait dengan hal itu, salah seorang sahabat Rasulullah, pernah bertanya kepada Siti Aisah, " Apakah akhlaknya Rasul?" Aisah, pun dengan bobot simbolis menjawab : "Akhlaknya Rasul ialah al Qur'an". 

Sebagai pedoman paling sempurna dalam hidup umat Islam, Al-Qur'an telah banyak menyebutkan perkara puasa Ramadhan. Begitu juga dengan hadits, yakni sabda Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah untuk memperbaiki akhlak umat muslim. "Ya Rasulullah, katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa?" Beliau menjawab, "Puasa Ramadan". "Apakah ada lagi selain itu?". Beliau menjawab, "Tidak, kecuali puasa sunnah.": "Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah".

Berdasarkan konsep keagamaan, seorang mukmin itu bertanggun jawab untuk menjauhi apa yang dilarang dan melakukan apa yang wajib. Dengan kepercayaannya dan pikirannya itu, manusia (beriman) harus menggambarkan dirinya sebagai hidup "dibawah pengawasan Tuhan".

Dan ibadah puasa adalah menggambarkan peristiwa itu. Misalnya : Untuk mengharamkan-memajukan waktu berbuka puasa sebelum waktunya, berbicara dusta, membicarakan keburukan orang lain, dan seterusnya. Dengan kata lain, ibadah puasa (Islam) mampu menghadirkan kebudayaan dan peradaban bagi kehidupan ummat manusia didunia, tak terkecuali manusia Indonesia-manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana terungkap dalam Undang undang dasar 1945. Dan sebagaimana digambarkan dalam Pancasila. Bahwa Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akan mampu melahirkan Rasa Kemanusiaan, Keadilan, Persatuan, dan seterusnya. Sehingga demokrasi Pancasila dapat mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semoga ibadah puasa Ramadhan yang kita lakukan (ummat Islam-beriman) mampu melahirkan manusia manusia Indonesia (khususnya), menjadi individu individu yang tidak individualistik. Dan mampu membangun  secara konsisten (integrate) kesadaran verikal dan horisontal (hamblum minnallah, hablum minnanas, wa hablum minnal alamin). Sehingga kita terhindar dari perangkap syetan : "Berapa banyak orang yang berpuasa dari kalian, namun tidak mendapatkan apa apa, kecuali hanya rasa lapar dan haus yang didapatkannya"

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun