Bermula dari angka, segalanya menjelma. Begitu sabda seorang philosof kenamaan asal negeri Yunani, Phytagoras, dalam mengungkap rahasia (asal-usul) penciptaan alam semesta dan segala isinya, termasuk mengenai alam manusia didalamnya. Kita mungkin (boleh saja) tidak sependapat dengan pemahaman atau tesisnya itu. Namun fenomena fenomena yang berkelindan didalam kehidupan alam semesta ini, menunjukkan kevalidan dan kebenarannya. Tak terbantahkan. Bahkan  dikalangan ulama dan pendeta pun membuktikan akan kebenaran tesisnya seorang Phytagoras tersebut.Â
Memanglah, angka (secara sadar atau tidak) telah melahirkan segala peristiwa dialam semesta ini, termasuk peristiwa sosial, politik, hukum, ekonomi, dan seterusnya. Exampleir : suatu angka mampu melahirkan rekayasa sistem  kerja pada diri kita manusia. Kita manusia akan terbangun-pergi keluar rumah berkerja di kantor atau pabrik pabrik industri pada jam tertentu. Dan akan kembali dari kantor atau pabrik pulang kerumah bertemu bersama keluarga pada jam tertentu pula. Dan rekayasa sistem kerja itu didasari untuk mendapatkan dan mengumpulkan uang bagi kehidupan dirinya, dan juga pendidikan anak anaknya, serta masa depannya (usia tuanya).Â
MAKNA KEKUASAAN
Suatu hari, seseorang bertanya kepada saya : Apakah melihat seorang wanita berpakaian tertentu melintas kejalan ini? Saya pun menjawabnya : "Barusan saja melintas". Diketahui, bahwa lelaki yang mencarinya itu adalah seorang driver online, dan perempuan itu adalah seorang penumpang yang belum melunasi pembayaran perjalannya. Suatu perjalanan yang lumayan sangat jauh-sekian kilometer dengan nilai transaksi puluhan ribu rupiah. Diver online itu pun mengumpat diruang publik, lantaran tak menemukan perempuan itu. "Dasar penipu, " demikian ungkapnya mendidih, bernada marah dan kesal.
Angka dianggap dan diyakini memiliki kekuatan mistis dan magis. Bahkan memiliki kekuatan untuk mengendalikan kehidupan kita manusia kearah yang lebih baik, atau sebaliknya. Bahkan mampu mengendalikan kehidupan demokrasi suatu bangsa dan negara didalamnya. Penderitaan dan kesejahteraan rakyat akan menyesuaikan dengan deret ukur (dinamika) angka angka. Pertanyaan pun muncul  permukaan publik : Angka angka keberuntungan milik siapkah? Berpihak kepada siapakah angka angka tersebut? Apakah angka angka itu lebih berpihak dan menguntungkan pada segelintir orang? Ataukah angka angka itu berpihak pada kebanyakan orang ?
Angka angka politik dan kekuasan demokrasi, perlahan dan pasti berjalan dan berkelindan menyapa warga masyarakat dan rakyat Indonesia. Penyelenggara negara pemilihan umum, KPU, telah mempublish sejumlah partai yang lolos sebagai peserta pemilu dan berikut dengan angka angka partainya. Selanjutnya, menyusul nomor urut para calon anggota legeslatif dan calon presiden dan wakil presiden, serta calon gubernur dan wakil gubernur 2024-2029. Masing masing partai pun berusaha memberikan bunyi bunyian atau makna atas nomor urut partai yang diperolehnya dari KPU (Komisi Pemilihan Umum). Dan yang menarik ialah ketika Partai Golkar yang mendapatkan nomor urut 4, yang berusaha memberikan makna ideologis kebangsaan, Â 4 pilar : Pancasila, Undang undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Bahkan partai pendatang baru, Partai Ummat pun tak mau kalah dan ketinggalan memberikan makna pada simbol angka yang didapatnya, nomor urut 24.
Realitas membuktikan, bahwa angka itu bukanlah sekedar angka ansich, melainkan juga memiliki kekuatan, isi, makna dan seterusnya. Namun, yang lebih menarik dan mistis ialah proses lahirnya angka angka itu keruang publik, sosial dan politik, terutama terkait nomor urut calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Belum mencapai ambang batas parlemen 20%, Anies Baswedan, yang di deklarasikan Partai Nasional Demokrat sebagai calon Presiden, telah mendapatkan perlawan politik dan kekuasaan yang lumayan sangat tajam dan serius. Sejumlah jurus politik pun dikeluarkan dan diarahkan dari pelbagai arah kepada seorang Anies Baswedan, agar tumbang dan roboh.Â
Publik pun mendapatkan efek atau fenomena dari gerakan jurus jurus politik  yang dapat mematikannya itu. "Mengapa hanya Anies Baswedan, " demikian tanya publik dengan polosnya. Pertanyaan yang lumayan sangat sederhana itu adalah pertanyaan umum masyarakat Indonesia. Mengapa? Ada apa? Pertanyaan lain pun akan segera menyusulnya : ???. Mengapa tidak dengan calon  Prabowo Subianto, dan Ganzar Pranowo, atau lainnya.
 Ketika pertanyaan pertanyaan itu tak mampu dijawabnya secara rasional oleh para elit politik dan kekuasaan, maka rakyat pun kelak akan mendapatkan jawabannya sendiri. Dan jawabannya bisa menjelma dalam bentuk rasional maupun emosional. Rakyat pun akan segera menjawabnya dengan kedaulatan yang dimilikinya didalam bilik bilik suara demokrasi. Dan ungkapan leluhur sebelum abad masehi pun (kemungkinan) akan mengejawantah : "Bahwa orang orang yang dianiaya dan teraniaya akan terangkat derajatnya. Doanya akan dikabulkan-Nya".
Akankah Anies Baswedan menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029? Entahlah! Â Ataukah Prabowo Subianto yang kelak akan memimpin republik ini kedepannya? Â Entahlah! Atau, atau, ataukah ..... Biarkan waktu yang mengisi dan menceritakannya sendiri kepada kita, rakyat Indonesia. Â