Siapakah sesungguhnya saya ini?  Demikian tanya seorang manusia,  saat menemukan dirinya telah berada dialam semesta yang luas ini. Ia telah ditaruh dalam semesta ini,  tanpa ditanyakan terlebih dahulu,  dan bahkan dimintakan pendapat sebelumnya. Ia telah dilahirkan secara paksa. Dan ia  pun segera tahu, bahwa cepat atau lambat dirinya akan mati. Tentu saja makhluk bukan manusia pun akan mati. Namun mereka tidak menyadarinya seperti kita manusia. Kesadaran manusiawi kita ini, justeru telah merangsang keingintahuan kita : Untuk apakah manusia berada dialam semesta yang luas ini?Â
Sejarah mencatat, Â bahwa awal mula hidup manusia itu tergantung kepada belas kasihan alam semesta. Ketika fenomena fenomena alam menjelma dalam kehidupannya, manusia pun membuat suatu keyakinan akan adanya suatu kekuatan dibalik alam semesta ini, dengan cara membuat sesajen dan sesembahan. Membuat Citra kekuatan dibalik alam semesta, seperti dewa dewa : dewa langit, dewa bumi, dewa laut dan seterusnya. Sesajen dan sesembahan itu adalah suatu bentuk pendekatan terhadap realitas dibalik alam semesta ini. Bahwa dirinya (manusia) adalah makhluk yang lemah.
Dan seiring berjalannya waktu, perlahan dan pasti manusia pun mampu menyingkap rahasia (hukum) alam dan berusaha menaklukan fenomena fenomena alam itu dengan ilmu dan pengetahuan, serta teknologi sebagai hasil terapannya (ilmu dan pengetahuan). Manusia pun membangun suatu gagasan besar dan global, yakni konsep atau filsafat 'antroposentris'. Bahwa manusia adalah ukuran segala hal dalam kehidupan ini, termasuk didalamnya mengenai nilai nilai dalam kehidupan yang telah diatur oleh kitab kitab suci yang dibawa oleh para nabi utusan-Nya (the man id measure all the thing). Baik dan buruknya kehidupan, serta benar dan salahnya suatu hukum kehidupan adalah hasil hukum pemikiran manusia dan bukannya kitab suci-wahyu Tuhan.
Peradaban materil pun memgungkap dan mengemuka, serta memenuhi kehidupan manusia, baik dalam cara berpikir maupun cara bersikap didalam kehidupan. Hubungan manusia antar manusia pun diukur dalam konteks materialisme, seperti dalam status pendidikan dan status sosial-ekonomi. Orang yang memiliki gelar dan kekayaan akan lebih mudah mengakses informasi, kedudukan dan seterusnya. Sementara orang orang yang tak memiliki pendidikan-akademis dan keuangan yang mapan, maka akan tersisih dan terpinggirkan (kaum marginal).
TERANGNYA KEMATIAN
Sebelumnya, manusia sangat berharap akan belas kasihan alam semesta. Â Dan sebaliknya, kini alam semesta berharap belas kasihan kepada manusia dengan ilmu dan teknologinya. Kemajuan ilmu dan hasil terapannya-teknologi sudah begitu cepat dan kumulatif sifatnya, Â dibandingkan dengan sejak kupermulaan zaman purba (Paleolitik).Â
Namun prestasi manusia untuk menguasai alam bukan manusia (terpaksa) harus dibayar dengan pengorbanan berupa memperbudak dirinya sendiri dilingkungan buatan manusia yang baru. Lingkungan baru ini (ternyata) Â lebih tidak sesuai, lebih sewenang wenang, Â dan secara psikologi lebih membahayakan dibandingkan dengan lingkungan yang lama. Â Dan pertukaran inilah merupakan salah satu penyebab pergolakan, konflik, kekerasan, frustasi terhadap keinginan manusia diseluruh dunia saat ini. Penderitaan manusia masa lalu yang pada dasarnya identik, Â yaitu hilangnya kerukunan dan sebagai akibatnya : manusia tidak terkontrol, sering terulang kembali. Namun penderitaan yang terdahulu tidak ada yang seektrim seperti sekarang.
Kita telah melihat dan menyaksikan secara bersama sama pengalaman manusia tentang perubahan revolusioner, Â bukanlah hal yang tak terduga, bahwa ummat manusia telah berhasil membuat agar perubahan perubahan revolusioner itu tetap datang dengan kecepatan dan intensitas yang sama. Dan perubahan perubahan revolusioner yang paling menakjubkan dalam zaman kita ini ialah peningkatan kekayaan materil melalui penerapan ilmu kepada teknologi. Keberhasilan teknologi kita yang secara ilmiah terencana sudah melebihi harapan. Namun demikian, Â sejauh ini keberhasilan tersebut sama sekali belum menjamin kebahagiaan hidup manusia, melahirkan kehidupan yang bermakna.Â
Penerapan ilmu yang sangat sistematis kepada teknologi telah memungkinkan teknologi dapat maju lebih jauh, dibandingkan dengan yang telah dicapainya selama berjuta juta tahun sebelumnya. Jika diterapkan kepada organisme benda hidup, ilmu (sudah) membuahkan mukjizat dibidang pembedahan dan obat obatan dan membiakan berbagai varietas baru bukan manusia pada hewan dan tetumbuhan. Ilmu juga sudah mulai menemukan penyakit psikis.Â