Â
Jakarta. Ungkapan, bahwa kehidupan di Ibukota Jakarta lebih kejam daripada ibu tiri, adalah hal yang masih sangat relevan dengan kehidupan sekarang, dan juga (mungkin) nanti. Jakarta adalah barometer bagi kehidupan warga masyarakat diseluruh pelosok Nusantara. Kemiskinan dan kemakmuran rakyat Indonesia ditentukan oleh Jakarta. Harga cabai, tomat, bawang dan seterusnya, ditentukan oleh Jakarta, dan bukan oleh para petani setempat. Sehingga tidak mengherankan jika para petani kecewa dan marah, lantaran biaya produksi tidak berbanding lurus dengan harga jual di pasar.Â
Terkait dengan sejumlah persoalan yang menggelayuti Jakarta, sejumlah elit politik, penggiat sosial, aktifis dan lainnya, berusaha mendendangkan suara keadilan dan kebenaran kepada Jakarta. Nyanyian kegelisahan itu, berusaha dimaknai dan dijabarkan dalam bentuk suatu wadah organisasi, seperti organisasi kemasyarakatan, LSM, dan bahkan Partai politik. Rumah rumah rakyat itu, merupakan perwujudan dari aspirasi, keinginan dan harapan rakyat akan adanya perubahan kehidupan sosial dan politik yang lebih baik lagi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kedepannya.
Namun demikian, membangun rumah rumah rakyat itu tidaklah mudah. Apalagi membangun atau mendirikan Partai politik. Untuk membangunnya diperlukan kebersamaan dan kerja keras yang terus menerus dilakukan. Karena untuk mendapatkan keabsahan Partai politik dari pemerintah, para pendiri Partai politik harus mengikuti aturan hukumnya, persoalan kepengurusan tingkat DPP, DPW, DPD, dan DPC. Bahkan ranting. Belum lagi persoalan keterwakilan kaum perempuan sebanyak 30%, dan tak kalah penting ialah persoalan keuangannya. Seperti membangun sebuah rumah tinggal, selain ada pekerjanya. Ia juga harus ada bahan materinya, seperti semen, pasir, dan seterusnya. Kesemuanya itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
RUMAH MARJINAL
Jakarta adalah wilayah geografis kecil jika dibandingkan dengan wilayah Jawa barat dan Jawa timur. Namun impian dan gagasan gagasan besar tentang hukum, budaya dan seterusnya, lahir dari Jakarta. Jakarta adalah telah, sedang dan akan terus menjadi pusat perhatian berskala lokal, nasional, dan global. Dan disalah satu sudut ruang Kota Jakarta, terungkap suatu ruang kesekretariatan partai politik, PASINDO (Partai Sosial Sejahtera Indonesia). Ruangan kantor sekretariat DPP PASINDO yang berlantai tiga itu, lebih mirip dengan ruang sekretariat organisasi pergerakan masyarakat, atau LSM. Sangat sederhana tata letak (layout) ruangannya, dengan meja lonjong rapat, dan dua buah unit komputer berserta printer ya, serta alat penyanggah komunikasi dan informasi, wifi. Tidak terdapat alat pendingin minuman dan makanan. Bahkan untuk bisa ngopi dan makan saja, terpaksa harus pesan diluar.
Menyaksikan realitas itu, pertanyaan pun muncul kemuka : Apa yang sedang digagas dan akan ditawarkan PASINDO ke publik luas, rakyat Indonesia? Dan apa pula yang membuat mereka yakin dan percaya diri bisa memperjuangkan rakyat Indonesia, hingga bisa lolos Menkumham dan lolos verifikasi KPU? Bahkan lebih ekstrem lagi ialah : Apakah mampu lolos dari ambang batas parlemen?
Pertanyaan pertanyaan itu pun berusaha diurai oleh seoran Amin Mujito (Ketua umum PASINDO) dan Martinus Barus ( Ketua harian PASINDO), dalam bahasa yang sederhana dan mudah dicerna. Menurut Ketua umum, Amin Mujito, PASINDO adalah rumah rakyat marjinal, yang dibangun dengan empat konsep pilar. Yakni rumah sebagai kumpul, rumah kontrol, rumah didik dan rumah untuk melindungi. PASINDO didedikasikan sebagai rumah perjuangan dan untuk menyiapkan diri menjadi wakil rakyat di dewan, dan menjadi pemimpin bangsa dan negara.
Sementara itu, Ketua harian PASINDO, Martinus Barus, menguraikannya secara optimis. Bahwa PASINDO akan mendapatkankan simpatik dari masyarakat dan rakyat, serta akan memilihnya, sebagai Partai alternatif. Â Rasa optimistiknya itu, terbangun lantaran sejumlah pengurus diwilayah dan daerah yang tetap masih komitment dan setia atas arahan yang diberikan. Seperti hal dirinya, kawan kawannya di daerah pun mengalami hal yang sama atas kegelisah terhadap realitas politik dan kekuasaan ditanah air yang semakin absurd dan anomali dalam membuat kebijakan dan menjalankannya. "Kita harus melakukan perubahan dari dalam. Karena dengan keberadaan kita didalam parlemen, maka kita akan dapat memperjuangkan kehidupan rakyat secara konstitusional, " demikian tukas Martinus Barus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H