Mohon tunggu...
Aswan Zanynu
Aswan Zanynu Mohon Tunggu... -

Aswan dan Posting-posting yang Mungkin (Tidak) Penting.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kado Tempo di HUT Bhayangkara

1 Juli 2010   03:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:10 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

BIASANYA Rabu sore, majalah Tempo sudah dapat saya beli. Tapi tidak untuk minggu ini. Kata ibu penjaga warung majalah, Tempo edisi baru sudah datang tapi langsung habis terbeli. Ini tidak biasa. Karena biasanya, majalah Tempo edisi minggu lalu dan dua minggu lalu pun masih terpajang. Siapa pun pemborongnya, mungkin mereka tidak tahu kalau majalah Tempo dapat dibaca bebas (dan gratis) di internet.

Semalam Apa Kabar Indonesia Malam (TVOne) mengangkat isu ini. Setelah di-close-up, menjadi jelas cover majalah Tempo tersebut. Seorang tokoh berseragam mirip polisi memegang tali kuning (seperti police line) yang terikat di leher celengan berbentuk babi. Bagaimana Anda memaknainya? Menurut versi Tempo, celengan berbentuk babi itu adalah simbol dari rekening yang dimiliki sejumlah jenderal polisi.

Kenapa bentuknya babi? Lazimnya celengan anak-anak kan bentuknya ayam. Ada yang menyebut gambar babi dipilih karena “celengan” diambil dari akar kata “celeng” yang dalam bahasa Jawa berarti babi. Kalau bentuknya ayam, bukan celengan namanya tapi “ayaman”! Tapi dari rasa bahasa Polri, simbol babi mungkin akan terasa sebagai bentuk hinaan. Terlepas dari debat pemaknaan seperti itu, hemat saya, ini lebih pada bentuk penekanan. Seperti teks yang dicetak tebal. Namun ketika ada yang memberi pemaknaan berbeda atas maksud penekanan tadi, ini menjadi ribet urusannya. Mengapa?

Makna tidak melekat pada simbol. Tapi dalam benak tiap-tiap orang. Apalagi ketika ia berkaitan dengan gambar. Kita tidak mungkin memaksa orang untuk memberi pemaknaan yang sama atas sebuah gambar. Termasuk selera dan rasa bahasanya. Jika demikian, menjadi tidak mudah bagi kita untuk menyalahkan si pembuat gambar karena pemaknaan negatif yang kita berikan pada gambar yang menurutnya (dan menurut orang lain) biasa-biasa saja.

Mungkin tidak salah bila ada yang menilai reaksi Polri berlebihan saat menanggapi isu yang diangkat majalah Tempo kali ini. Karena bila dilihat dari sampulnya, sebelumnya Tempo juga pernah menampilkan gambar tokoh berseragam mirip polisi. Perutnya gendut. Dari kancing baju yang terbuka, terlihat sejumlah uang kertas menyembul ke luar. Majalah Tempo pernah pula menohok SBY, JK, Aburizal Bakrie, atau Hamid Awaluddin secara gamblang dalam tampilan sampulnya. Dan mereka tenang-tenang saja. Tapi kalau kali ini Polri menilai itu sebagai penghinaan, rasanya tidak adil pula kalau kita mencemoohkannya. Meaning in people, not in word.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun