KEMANA kita akan lari dari plastik? Hampir di setiap ruang, in door – out door, privat maupun publik, plastik hadir bersama kita. Itu yang kasat mata. Plastik juga hadir dalam kandungan beberapa produk kecantikan wanita seperti sabun untuk lulur, produk pembersih tangah, sampai krim mandi. Manusia sedang membangun peradaban plastik. Dan tanpa sadar manusia sedang dikepung oleh plastik. Peneliti senior di Research Triangle North Carolina, Anthony Andrady mengemukakan, “Kecuali sebagian kecil yang telah dibakar, setiap plastik yang pernah dibuat dalam 50 tahun terakhir masih ada. Ada entah di mana di lingkungan kita.” Produksi keseluruhan plastik selama setengah abad ini sekarang sudah lebih dari satu miliar ton. Sebagai ilustrasi, negara berkembang seperti India saja, saat ini memiliki 5.000 pabrik plastik yang sedang membuat kantung plastik. Kenya memproduksi 4.000 ton kantung plastik setiap bulan, tanpa tanda-tanda akan melakukan daur ulang. Itu baru kantung. Sejumlah produk dalam kemasan plastik atau yang bahan dasarnya terbuat dari plastik tentu lebih banyak lagi. Di seluruh belahan benua. Tidak di daratan saja, plastik juga hadir di laut. Tahun 1975, U.S. National Academy of Sciences telah membuat taksiran bahwa semua kapal yang melayari laut secara bersama-sama membuang 3,6 juta kilogram sampah plastik setiap tahunnya. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa armada kapal dagang dunia telah membuang sekitar 639.000 wadah plastik ke laut setiap harinya. Charles Moore, aktivis Algita Marine Research Foundation, mengklaim 90 persen sampah yang mengapung di laut adalah plastik. Dan plastik telah menjadi ciri paling lazim yang dapat ditemukan di semua lautan dunia. Tahun 2005, Moore pernah melaporkan bahwa kumpulan sampah di samudra Pasifik terus berpusar mencapai wilayah seluas 26 juta kilometer persegi. Hampir seluas benua Afrika. Moore menyimpulkan, 80 persen sampah yang terapung di laut tersebut berasal dari daratan. (bersambung ...) *Seluruh data dalam tulisan ini dikutip dari “The World without Us” karya Alan Weisman (2007).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H