Mohon tunggu...
Rodiah Astuti
Rodiah Astuti Mohon Tunggu... -

Mengawali dari hati yang ikhlas, Bermanfaat untuk orang banyak dan Menjadi pengayom buat keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemicuan Sebagai Salah Satu Alat Untuk Mencapai SBS

24 Mei 2016   22:47 Diperbarui: 24 Mei 2016   22:51 3302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya BABS di Sungai yang Turun Temurun (Foto Ria dan Astuti)

Apa SBS atau ODF ? pertanyaan itu yang sering di tanyakan oleh masyarakat awam yang lingkungan kerjanya bukan di bidang kesehatan. SBS adalah Stop Buang air besar Sembarangan atau yang dulu sering di sebut ODF (Open Defecation Free). Di bidang kesehatan kata – kata ini sering disebut karena salah satu tujuan pemerintah dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2019, 

Capaian Pemerintah 100 – 0 – 100 pada akhir Tahun 2016  di harapkan bisa tercapai, 100% terjaminnya air bersih bagi masyarakat, 0% untuk pemukiman kumuh dan 100% terjaminnya sanitasi masyarakat. Di harapkan semua steakholder dapat bekerja sama dalam menuju akses yang sudah di canangkan oleh Pemerintah. Setelah capaian Pemerintah bisa menuju akses 100 – 0 – 100 di lanjutkan dengan rencana Program yaitu Sustainable Development Goals yang di harapkan bisa tercapai sampai dengan Tahun 2019.

Untuk masalah akses terhadap sanitasi, khususnya akses masyarakat terhadap penggunaan jamban,  belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang signifikan , padahal sanitasi merupakan salah satu unsur penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pula. Bahkan bisa jadi para pihak yang berkepentingan terhadap persoalan sanitasi ini masih terbatas dalam melakukan kegiatannya guna mesukseskan capaian terhadap akses sanitasi ini. Selama ini capaian-capaian yang menjadi prioritas utama hanyalah pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik material. Sementara pembangunan yang mengarah pada perubahan mindset masyarakat, terutama yang berkaitan dengan penciptaan kultur hidup bersih dan sehat, masih belum berjalan secara optimal.

Disebagian  desa sudah menjadi budaya dan dianggap biasa buang air besar sembarangan atau beraktifitas mandi dan mencuci di sungai,karena warga masih beranggapan membangun jamban memerlukan biaya yang mahal. Pola pikir itulah yang saat ini tengah diubah dengan menjadikan buang air besar sembarangan menimbulkan rasa malu, jijik dan gengsi. Mengubah pola pikir tujuan paling utama dalam mencapai SBS/ODF, baru kemudian dilakukan intervensi pembangunan fisik. Sehingga daerah – daerah yang masih OD/BABS bisa cepat bebas dari BABS atau open defecation free (ODF).

Masyarakat Masih Menggunakan Sungai Untuk Aktifitas Mandi Sehari - hari (Foto Astuti)
Masyarakat Masih Menggunakan Sungai Untuk Aktifitas Mandi Sehari - hari (Foto Astuti)
Perilaku masyarakat yang senang buang air besar sembarangan inilah yang menjadi pokok masalah dalam menuntaskan masalah sanitasi, apalagi untuk desa – desa yang sekitarnya di lalui sungai, budaya mandi, mencuci dan buang air besar sembarangan di sungai membuat mereka tidak perlu susah susah membangun jamban di rumah, apalagi sungai selama ini menjadi tempat mereka dalam bersosialisasi dengan rekan atau tetangga mereka. Banyak program – program yang di canangkan oleh pemerintah untuk mengentaskan masalah sanitasi dan kesehatan, namun demikian masih banyak masyarakat yang belum bisa mengubah mindset senang beraktifitas mandi, mencuci dan BABS di sungai apalagi di tambah pemahaman masyarakat tentang jangan buang sampah di sungai masih sangat kurang.

Sungai Sebagai Salah Satu Tempat Bersosialisasi Para Ibu - Ibu (Foto Astuti dan Ria)
Sungai Sebagai Salah Satu Tempat Bersosialisasi Para Ibu - Ibu (Foto Astuti dan Ria)
Terciptanya mindset di masyarakat bahwa sungai bisa mendaur ulang sampah dan sungai dapat menghilangkan bau busuk akibat sampah, hal ini menjadikan sungai tempat pembuangan sampah yang akhirnya berakibat sangat merugikan, baik bagi masyarkat dan lingkungan. Dalam proses alam, sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam itu berlangsung. Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia, bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan serangga (lalat, kecoa, kutu, dan lai-lain) yang membawa kuman penyakit, akan tetapi manusia tidak menyadari bahwa setiap hari pasti manusia menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik.

Sampah Yang Terbawa Di Hulu Sungai Amprong (Foto Astuti)
Sampah Yang Terbawa Di Hulu Sungai Amprong (Foto Astuti)
Pencapaian Program pemerintah 100 – 0 – 100 di bidang sanitasi dan kesehatan memerlukan tenaga ekstra, mengubah sebuah prilaku yang turun temurun di masyarakat sangatlah sulit, pemahaman dan pemicuan harus sering di lakukan di masyarakat, Upaya mengubah perilaku hygiene dan sanitasi menggunakan metode CLTS (Community Led Total Sanitation) sebagai metode andalan bagi sebagian pelaku sanitasi mungkin masih merupakan hal baru. Program-program sanitasi sebelumnya, masih menggunakan metoda penyuluhan yang didalamnya tersirat "usaha mengajari" sasarannya. Metode yang digunakan terkadang dibarengi juga dengan pemberian bantuan material untuk pembuatan sarana jamban atau sarana sanitasi lainnya. Nah, dalam metode CLTS ini, kebiasaan pada metode sebelumnya bahkan menjadi bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar metode CLTS.

Langkah – langkah yang biasa dilakukan untuk  pemicuan adalah

  • Pendekatan  terhadap masyarakat dengan memberikan contoh – contoh tentang pola hidup sehat dan bagaimana sebaran penyakit yang sering di terjangkit di masyarakat,
  • Mengadakan  forum diskusi terbuka dimana kita jelaskan bahwasannya disini sifatnya tidak untuk menggurui akan tetapi lebih ke arah mengajak masyarakat untuk bisa hidup sehat
  • Membangun hubungan secara emosional dengan masyarakat agar mereka merasa menjadi subject bukan menjadi object dalam perubahan prilaku hidup sehat,
  • Pendataan  penduduk yang sudah memiliki akses jamban sehat dan belum ada akses jamban,  
  • Pemetaan sosial agar dapat di tinjau daerah mana yang lebih memerlukan pendampingan dan pemicuan,
  • Mengajak masyarakat untuk dapat mendeteksi tempat tempat yang sering menjadi sasaran buang air besar sembarangan
  • Mengajak  masyarakat untuk menghitung berapa besar buangan tinja dalam satu komunitas lingkungan di suatu daerah,
  • Menjelaskan  alur kontaminasi penyakit yang sering mewabah,
  • Simulasikan  tentang sebaran penyakit sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia,
  • Advokasi  masyarakat agar memiliki rasa malu, jijik dan gengsi jika BABS,
  • Ajak  masyarakat untuk berjanji tidak akan BABS di sungai lagi

Salah Satu Pemicuan Dengan Kegiatan Lomba CTPS di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo (Foto Astuti)
Salah Satu Pemicuan Dengan Kegiatan Lomba CTPS di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo (Foto Astuti)
Ada beberapa daerah setelah dilakukan pemicuan beberapakali bisa mencapai ODF/SBS tapi ada pula yang setelah dilakukan pemicuan berkali – kali masih belum bisa ODF/SBS. Perilaku – perilaku masyarakat yang demikian ini memerlukan perhatian lebih ekstra baik dari Dinas Kesehatan ataupun Perangkat Desa. 

Mengajak masyarakat yang demikian  dibutuhkan satu sistem regulasi yang mendorong mereka agar dapat mengubah prilaku atau mindset masyarakat, regulasi yang biasa di terapkan dalam pertaturan desa misalnya dikenakan denda atau sanksi sosial apabila ada masyarakat yang masih buang air besar sembarangan atau buang sampai sembarangan apalagi di tempat umum seperti sungai. Selain itu pemahaman – pemahaman agama yang melarang membuka aurat atau pemahaman kebersihan sebagian dari iman dapat kita munculkan dalam mengadvosi masyarakat agar tumbuh rasa dosa apabila buang air besar sembarangan atau buang sampah di sungai.

Budaya BABS di Sungai yang Turun Temurun (Foto Ria dan Astuti)
Budaya BABS di Sungai yang Turun Temurun (Foto Ria dan Astuti)
Dalam artikel ini Penulis mengajak pembaca untuk dapat memahami pentingnya air bersih untuk kehidupan manusia, baik air bersih untuk dapat di konsumsi atau air bersih untuk kebutuhan sehari hari . Air adalah sumber kehidupan, motto ini sering sekali didengar, dapat  dibayangkan apabila manusia hidup tanpa air, niscaya manusia tidak akan mampu bertahan hidup, maka dari itu Penulis ingin Pembaca dapat membantu untuk bisa menyelamatkan air bersih di lingkungan kita dari tingkatan terkecil keluarga kita sampai pada tingkatan yang lebih luas yaitu bangsa kita Indonesia. Jangan sampai karena kesalahan kita saat ini anak cucu kita harus menanggung akibatnya, menerima Lingkungan yang sudah tercemar bahkan sehingga alam dan lingkungan sekitar kita tidak lagi menjadi sahabat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun