Entah kenapa saya akhirnya mengiyakan ajakan penuh provokasi seorang G, untuk ikut bergabung dalam proyek gilanya yang diberinya judul januari 50K.
Pada awalnya menulis hanya sebuah cara bagi saya mengalihkan sebagian kejenuhan dan menuangkan sebagian isi kepala. Ya, jenuh pada rutinitas yang kembali ke itu lagi-itu lagi. Isi kepala yang setiap saat menyimpan kata waktu melihat, mengalami atau menyimak sesuatu dalam setiap helaan nafas. Saya rasa setiap orang pasti mengalaminya.
Tapi ternyata tulisan saya, yang kebanyakan adalah coretan-coretan tanpa pakem atau aturan tulis menulis sesuai kaidah menulis dalam sastra atau kaidah menulis apapun dalam bahasa indonesia ada yang menilai menarik. Itu sebuah sanjungan untuk saya.
Bahkan ajakan penuh provokasi dari seorang G yang sempat saya jawab dengan hahahehe akhirnya saya iyakan. Itupun dengan proses berpikir yang cukup panjang. Bahkan dengan sebuah pertanyaan, bagaimana bila sampai akhir tenggat waktu itu tulisansaya belum mencapai 50 ribu kata? Ternyata jawaban yang didapat justru sebuah tantangan yang berupa pertanyaan balik.Bagaimana kita bisa tahu kita tidak bisa mencapainya kalau tidak mencoba. Yang penting adalah mencoba, masalah pada akhirnyatidak tercapai target 50 ribu kata itu adalah masalah yang berbeda. Dan saya tertawa lebar membaca provokasi itu.
Sejujurnya, saya hanya menulis di sela-sela kesibukan. DIsela-sela waktu luang yang nyaris tak pernah ada.
Saya adalah seorang ibu yang bekerja. Saya menghabiskan hampir semua waktu di rentang antara pukul 08.00 pagi hingga 17.00 sore di kantor. Tapi karena saya bekerja dengan satu personal komputer sendiri maka saya sering bisa memanfaatkan waktu luang dikantor terutama di jam istirahat siang untuk menulis. Sementara waktu luang di rumah lebih sering tersita untuk keluarga terutama anak semata wayang saya.Walau terkadang saya bisa meluangkan waktu dengan laptop mungil saya sendiri.
Saya bukan orang yang disiplin menulis. Saya juga bukan orang yang disiplin menyimpan tulisan saya dalam satu tempat khusus.Walau akhirnya saya mencoba membuat sebuah blog sendiri untuk menampung tulisan.
Dan akhirnya dengan penuh keberanian (cieeeeeeeee) saya menerima tantangan. Lulus kah saya? Tunggu dulu, saya akan ceritakan bagaimana pontang pantingnya saya menulis.
Sebagai orang yang selalu menulis tanpa pakem atau rambu-rambu, tanpa kerangka atau outline jelas membuat sebuah novel adalahhal yang tak mungkin buat saya. Dalam tantangan menulis 50 ribu kata selama bulan januari di kampung fiksi kami yang bergabung diberi kebebasan memilih bentuk tulisan. Awalnya saya bingung, hendak menulis cerpen sehingga menjadi kumpulan cerpen atau menulis dalam bentuk novel atau sebuah tulisan yang bersambung. Tapi akhirnya saya memutuskan, kenapa tantangan itu tidak saya jadikan tantangan yang lebih besar sekaligus? Maka saya memilih menulis dalam bentuk novel.
Ya, saya menantang diri saya sendiri untuk menulis sebuah kisah yang sebenarnya sudah ada di kepala saya beberapa waktu untuk menjadi sebuah novel. Tulisan bagian pertama saya muat di kompasiana. Tapi lanjutannya tidak.
Mengapa? Karena saya tidak bisa setiap saat mengakses kompasiana. Terkadang saat jam istirahat siang saya ingin mengakses dan memasukkan tulisan kesana tapi kompasiana justru sedang tak bersahabat dengan saya. Setelah beberapa kali dan hanya menyimpan tulisan saya ke dalam komputer, akhirnya saya memutuskan memuatnya di halaman blog saya. Dan ini pun tidak melanggar kesepakatan yang di buat di kampung fiksi.