Jakarta, ibukota Indonesia yang mengandung sejuta pesona. Ada gula ada semut. Hampir seluruh rakyat Indonesia ingin mengerubunginya, mencari penghidupan yang lebih baik. Dari yang tanpa menggunakan skill sampai professional. Semuanya bertarung habis-habisan untuk menggapai hidup yang lebih baik. Urbanisasi pun berlangsung besar-besaran setiap tahunnya, apalagi sehabis hari raya Idul fitri/lebaran Jakarta harus memikul beban yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan tanggung jawab kepada warga pendatang semakin membuat pusing tujuh keliling. Dari yang legal sampai yang illegal. Yang tidak punya kemampuan pun akhirnya bekerja dan tinggal seadanya. Dari bantaran kali sampai bantaran rel. Dari lorong jalan tol sampai lorong sempit perumahan. Membuat pemandangan yang “merusak” mata. Penanganan sanitasi, air bersih, sampah dan lain-lain yang kurang baik karena pola hidup yang kurang baik membuat Jakarta bagai kubangan raksasa. Dampaknya setiap tahunnya, langganan banjir menjadi hal yang biasa.
Pengaturan System Tata Kelola Kota Yang Baik
Akibat banjir, banyak masyarakat yang dirugikan karena kehilangan harta, tidak mampu bekerja seperti biasanya. Pemerintah daerah dan pusat pun kelimpungan, karena harus bahu-membahu mengeluarkan dana cadangan untuk memberikan bantuan. Pos-pos anggaran yang sekiranya dapat digunakan untuk program-program pembangunan public akhirnya diambil untuk banjir pun dikeluarkan. Baik untuk perbaikan rumah yang rusak, bantaran rel kereta api yang bergeser dan lain-lain. Jadi dari urbanisasi dan system kelola kota yang tidak terukur membuat membuat rugi bagi sesama, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat.
Bangsa kita memang belum menganut tata kelola kota yang mengagumkan. Berbeda dengan negara lain, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, Washington DC dikenal sebagai ibu kota negara sekaligus ibu kota pusat pemerintahan. Pusat ekonomi bisnis terletak di Kota New York. Lalu Las Vegas menjadi kota pusat hiburan. Sementara Kawasan Hollywood di Los Angeles menjadi pusat industri perfilman. Dengan demikian, Amerika Serikat lebih menganut sistem tata kelola kota yang terdistribusi ketimbang Indonesia. Berbeda sekali dengan bangsa kita, Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya menjadi pusat segalanya. Baik pusat bisnis, hiburan, kantor-kantor pemerintahan, kantor-kantor pusat BUMN, pusat perdagangan, konsentrasi populasi,
pusat perindustrian dan lain-lain. Itulah yang menyebabkan tata kelola Jakarta menjadi lebih ruwet, penuh segala macam permasalahan sosial yang sulit diselesaikan. Apalagi birokrasi yang belum berjalan dengan baik, karena adanya tarik ulur kepentingan. Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnma (Ahok) pernah mengeluarkan statement bahwa jika terjadi hal tersebut sampai kiamat pun tidak akan pernah beres atau masalah-masalah yang ada di Jakarta tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.
Wacana Pemindahan Ibukota
Kondisi Jakarta yang tidak ideal, dikarenakan tingkat kemacetan yang tinggi, kepadatan penduduk yang luar biasa, serta kejadian banjir yang siklusnya berubah dari 5 tahunan menjadi setiap tahun kembali dipertanyakan sebagai ibukota Negara Indonesia. Banyak kalangan ada yang pro dan ada yang kontra. Memang, memindahkan atau menata ulang konsep Kota Pemerintahan dan Ibu Kota atau Capital city bukan perkara mudah dan yang jelas mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi, wacana pemindahan ibukota memang sudah terjadi sejak jaman Belanda dan Jaman Presiden Pertama kita Bapak Soekarno.
Ibukota pernah direncanakan untuk dipindahkan ke Yogyakarta dan Bukittinggi akibat perang kemerdekaan. Pada jaman Pemerintah Hindia Belanda awal abad 20, sekitar tahun 1920an pun pernah mempersiapkan Bandung sebagai ibukota negara untuk menggantikan Batavia, tetapi rencana ini gagal akibat Perang Dunia II. Mantan Presiden Soekarno juga pernah merencanakan Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai ibukota negara, tetapi belum sempat terealisasi. Alasannya, adalah Soekarno ingin mengubah konsep Jawa sentris dan melihat potensi Kalimantan yang luar biasa. Menurutnya, Jakarta adalah warisan kolonial. Dia ingin membangun sebuah kota yang benar-benar dikonsep anak bangsa. Presiden Soeharto pun pernah punya niat menggeser ibu kota ke daerah Jonggol, Bogor. Tapi niat ini juga tak terealisasi.
Kejadian memindahkan ibukota pernah dilakukan Negara lain, seperti: Malaysia memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya karena Kuala Lumpur yang dianggap sudah tak ideal lagi, Turki memindahkan ibu kota dari Istambul ke Ankara. Brasil memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Kalau Negara Asia Tenggara ada Burma yang memindahkan ibu kota dari Yangoon ke Naypyidaw. Amerika Serikat pernah memindahkan ibu kota dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, serta Jerman dari Bonn ke Berlin. Memahami wacana pemindahan ibukota, di negara lain bahkan ada yang mempunyai lebih dari 1 ibukota, seperti: Belanda yang memiliki
Amsterdam dan Den Haag. Bahkan Afrika Selatan memiliki tiga buah ibukota sekaligus: Pretoria, Cape Town dan Bloemfontein.
Jika Ibukota Dipindahkan Ke Provinsi Jawa Timur (Ke Kabupaten Ngawi)