Mohon tunggu...
Astro Doni
Astro Doni Mohon Tunggu... Lainnya - kausalitas dalam ruang dan waktu

menulis, memerdekakan!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Berapa Handphone yang (se)harus(nya) Kita Miliki?

1 Juli 2015   22:54 Diperbarui: 1 Juli 2015   23:01 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

gambar bersumber : media.licdn.com/mpr/mpr/p/6/005/068/2b1/3b61a72.jpg

 

Kebutuhan atau Keinginan? Dalam dekade ini, sangat mudah kita jumpai penawaran handphone di berbagai tempat. Entah di berbagai media sosial, iklan televisi, radio, koran maupun papan iklan (billboard) di tengah kota. Jujur, handphone telah menjadi kebutuhan primer dalam upaya pemenuhan kualitas komunikasi. Tengok saja beberapa produsen yang menawarkan harga murah. Dus, pilihan selera dan promo yang menarik membuat setiap orang akan memikirkan kembali untuk membeli handphone. That's magic of marketing. Inilah bukti nyata kemajuan ilmu marketing. Ketika produk yang pada dasarnya bukan menjadi kebutuhan pokok, tiba-tiba berubah menjadi produk yang penting. Sesuatu yang wajib kita miliki. Sebuah entitas dan identitas fashion masa kini, tahun 2015. Sebuah benda yang menjadi ciri 'jati diri' kita dan menjadi tanda kemapanan  manusia modern. Tapi benarkah demikian adanya? Apakah pemikiran tersebut adalah kebenaran atau sebuah propaganda yang terus-menerus kita dengar? Apakah handphone benar-benar dibutuhkan? Atau jangan-jangan handphone adalah sesuatu yang kita inginkan? Apakah ada ruang yang bisa kita sediakan untuk berdiskusi secara terbuka, pentingkah sebuah handphone? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan praktis pembuka di atas. Berapa handphone yang harus kita miliki? Sekaligus mengkritisi tentang gaya hidup kaum urban masa kini. Tentang adagium kebutuhan komunikasi terus-menerus.   

sumber gambar : Lazada.co.id

 

Buatlah Semudah Mungkin

Pada dasarnya, handphone adalah sarana komunikasi yang canggih dan efisien. Lewat perantaraannya, kita bisa bercakap-cakap. Baik lewat suara, maupun berbalas pesan singkat. Jauh lebih praktis dan cepat dibandingkan dengan surat maupun berkirim surat elektronik (email). Manusia, sebagaimana kodratnya, lebih menyukai yang mudah dan praktis. Sangat berbeda dengan hal-hal yang rumit dan lama, itulah hal yang dihindarinya. 

Budaya instan, itulah yang menjadi pokok arus utama kehidupan modern saat ini. Jika kita melakukan banyak hal secara efisien dan ekonomis, maka lakukanlah. 

Sekilas tidak ada yang salah dalam hal ini. Maka ada banyak pilihan yang dibuat berdasarkan argumentasi logis berprinsip mudah dan efisien. Salah satu yang paling kongkret adalah pihan membeli handphone.

Membeli handphone sama dengan peningkatan kualitas berkomunikasi. Mempunyai handphone berarti membuat hubungan antar manusia tidak terikat oleh jarak dan waktu. Memakai fitur-fitur handphone adalah bentuk adaptasi kita dalam dunia modern. Hidup kita menjadi lebih berwarna, komunikasi kita lebih segar, lebih dapat diandalkan.

Akan tetapi, sebagai sarana komunikasi yang handal, handphone juga menimbulkan kerancuan. Masalah baru muncul akibat penggunaan teknologi masa depan ini. Salah satunya adalah berkurangnya interaksi sosial secara fisik. Hal ini adalah dampak negatif yang terasa dalam hubungan antar manusia. Handphone menjadi alasan, mengapa kepedulian antar sesama manusia menjadi kurang terasa. 

Ada ruang-ruang gelap yang secara sadar maupun tidak, timbul karena penggunaan handphone. Misalnya saja penggunaan pulsa yang lebih dari seharusnya. Ruang-ruang privat yang menjadi samar karena batas yang kelabu. Ketergantungan pada teknologi dalam tingkat akut.  Serta yang paling utama, pemborosan waktu.

 

Dua Itu Cukup
Saya tentu teringat pada semboyan yang terkenal ketika jaman orde baru. Dua anak cukup. Saat itu doktrin pembatasan jumlah kelahiran yang digagas Pak Harto, diwujudnyatakan dalam dogma, 'dua anak cukup'. Sebuah cara yang efektif dalam menekan laju ledakan demografi. Hal yang sama, saya tawarkan dalam solusi bagaimana cara membatasi jumlah handphone yang harus kita dimiliki. Keputusan membeli atau tidak membeli tergantung kita. Namun, dengan membatasi jumlah handphone yang kita miliki, kita telah membuat hidup menjadi lebih simpel. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun