Mohon tunggu...
Astri Hapsari
Astri Hapsari Mohon Tunggu... Dosen - A traveller of time

Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Belajar, Siapkah Kita Mendesain Pembelajaran Otonom?

7 April 2020   09:25 Diperbarui: 7 April 2020   09:50 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebijakan merdeka belajar pertama kali dipaparkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada  Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jakarta 11 Desember 2019. 

Kebijakan tersebut memiliki empat program, yaitu : Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN )diganti asesmen yang hanya diselenggarakan di sekolah, Ujian Nasional (UN )diganti Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, RPP dipersingkat menjadi 1 halaman (yang berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen), dan zonasi PPDB yang lebih fleksibel. 

Tiga dari empat program merdeka belajar yang menitikberatkan pada perubahan dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran  secara tidak langsung menghendaki peserta didik untuk mengubah perspektif mereka tentang peran mereka selama proses pembelajaran: menjadi pembelajar  otonom yang paham dan sadar akan prinsip otonomi pembelajaran.  

Otonomi pembelajaran adalah prinsip  pembelajaran yang memfasilitasi proses  yang dapat membuat seorang pembelajar secara bertahap meningkatkan tanggung jawab terhadap penguasaan pengetahuan dan skill mengenai apa yang dia pelajari dan bagaimana dia mempelajari pengetahuan dan skill tersebut. 

Desain pembelajaran yang mendukung prinsip otonomi pembelajaran  dapat membuat  seorang pembelajar mengalami proses belajar dengan lebih fokus dan personal sehingga dapat meraih dampak pembelajaran (learning outcomes) dengan lebih baik. Hal ini berbeda dengan desain pembelajaran yang lebih tradisional yang mengandalkan arahan dan pengambilan keputusan berpusat pada arahan dan keputusan guru. 

Dalam otonomi pembelajaran, peserta didik bertanggung jawab pada proses belajar mereka sendiri. Richards (2020)  memaparkan ada 5 prinsip untuk meraih pembelajaran yang otonom: keterlibatan aktif peserta didik, menyediakan pilihan dan sumber-sumber (resources), menawarkan pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan pengambilan keputusan, mendukung pembelajar, dan mendorong praktik refleksi. Oleh sebab itu, Richards (2020) berargumen bahwa di kelas-kelas yang mendorong pembelajaran otonom, peran guru lebih kepada menjadi fasilitator pembelajaran sehingga peran sebagai instruktur berkurang, peserta didik tidak diarahkan untuk terlalu bergantung kepada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kapasitas peserta didik untuk belajar ,kesadaran akan gaya belajar,  dan strategi belajar  mereka diperkuat. 

Di bidang pendidikan bahasa dan mata pelajaran bahasa bahasa asing, Richards (2020) memberi contoh aplikasi prinsip otonomi pembelajaran dalam Council of Europe’s European Language Portfolio yang memiliki tiga komponen: paspor bahasa / language passport (yang merangkum identitas linguistik pemilik), biografi bahasa/ language biography (yang merekam pengalaman reflektif pembelajar dalam belajar dan menggunakan bahasa asing), dan arsip-arsip/ dossier, berupa kumpulan bukti yang dimiliki peserta didik mengenai perkembangan profisiensi mereka dalam bahasa asing yang dipelajari. Portfolio ini juga melibatkan penetapan tujuan dan asesmen diri secara reguler. 

Dalam mata pelajaran bahasa Inggris di kurikulum pendidikan menengah di Indonesia,saat ini sudah mulai diperkenalkan konsep assessment for learning, assessment of learning , dan assessment as learning untuk guru bahasa Inggris . Bagi para guru, otonomi pembelajar  memang menjadi harapan mereka pada peserta didik yang biasanya diwujudkan dalam banyak hal yang berbeda, misalnya : melalui analisis kebutuhan peserta didik, pemilihan strategi pembelajaran yang mendukung merdeka belajar, mengedukasi peserta didik teknik-teknik dan rubrik asesmen untuk memonitor proses belajar mereka sendiri dengan didukung umpan balik /feedback - melalui konsultasi rutin untuk menolong peserta didik merencanakan proses penyelesaian tugas mereka.

Walaupun demikian, perlu kiranya program pendukung untuk memetakan dan menilai assessment literacy, tidak hanya bagi guru, tetapi juga bagi peserta didik dan manajemen sekolah untuk mendukung otonomi pembelajaran sehingga guru dan peserta didik lebih siap dalam menjawab tantangan merdeka belajar serta program-program yang mendukung merdeka belajar, misalnya pengadaan self-access centre dimana peserta didik dapat mengakses resources untuk proses pembelajaran yang berasal dari motivasi diri mereka sendiri.

 Referensi:
professorjackrichards.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun