PERLAHAN-LAHAN MEREKA MULAI MERANGKUL MODERNISASI
Astri Febriyanti
12 IPS 2, SMA NEGERI 3 KABUPATEN TANGERANG
Indonesia adalah rumah bagi banyak kelompok etnis yang berbeda, termasuk Suku Anak Dalam, atau lebih dikenal dengan sebutan Suku Kubu atau orang Rimba. Suku Anak Dalam merupakan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dataran rendah di wilayah Sumatera Tengah, khususnya Provinsi Jambi.Â
Suku ini merupakan penduduk asli Sumatera dan berpenduduk kurang lebih 200.000 jiwa.
Suku Anak Dalam terdiri dari Suku Anak Dalam yang  telah mengalami interaksi dan perkawinan silang dengan masyarakat di luar sukunya, dan Suku Anak Dalam yang jarang berinteraksi dengan masyarakat di luar sukunya dan tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing Suku Anak Dalam.
Kearifan lokal Suku Anak Dalam
Masyarakat Suku Anak Dalam mempunyai beberapa tradisi unik dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang kita. Tradisi Suku Anak Dalam yang masih mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat saat ini, seperti Basale, tradisi penyembuhan untuk menyucikan atau mengusir roh jahat, Manumbai tradisi mengonsumsi madu dan mengungkapkan pujian dengan melantunkan mantra, dan Melangun adalah tradisi berpindah ke tempat lain jika ditinggalkan oleh keluarga atau kerabatnya. Suku Anak Dalam merupakan suku yang masih tinggal di hutan dan  berpindah-pindah tempat.
Berbagai perubahan terjadi seiring berjalannya waktu, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era modernisasi. Saat itu, Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi menolak modernisasi karena mereka menganggap hutan adalah milik ibu mereka yang perlu dihormati dan dilindungi.
Mereka juga menghindari kontak dengan dunia luar karena takut akan penyakit, kekerasan, bahkan hancurnya tradisi dan adat istiadat yang ada, serta memilih menjauhkan diri dari masyarakat modern.
kepercayaan dan tradisi asli
Di era gempuran kehidupan modern, masyarakat Suku Anak Dalam masih berpegang teguh pada kepercayaan animisme, atau kepercayaan agama-agama terdahulu yang  masih dalam tahap kuno atau primitif. Praktek yang umum dilakukan tidak lain adalah berburu, yang selain kegiatan sentral tersebut juga melakukan kegiatan lainnya. Adat lain yang mereka praktikkan antara lain bebalai, tari tektok, tari elang, dan sesadingong.
Di zaman modern ini, peralatan berburu sudah semakin canggih. Tombak, jaring, dan perangkap lainnya tidak lagi digunakan, melainkan menggunakan tambak rakitan yang disebut cepek. Perubahan juga  terjadi secara bertahap, dengan beberapa  anak suku mulai menjalani kehidupan permanen di pemukiman.Â
Mereka ingin mulai hidup seperti masyarakat modern lainnya yang ingin menyekolahkan anak-anaknya dan lebih berkembang dengan mengenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan ini ternyata bisa menjadi contoh yang bisa ditiru oleh masyarakat Suku Anak Dalam yang masih tinggal di hutan.
Mempertahankan kebiasaan yang ada
Beberapa Suku Anak Dalam mulai  bercampur dengan suku lain dan hampir sulit membedakannya. Mereka tidak lagi hidup berkelompok dengan masyarakatnya sendiri, sudah berpenampilan layaknya masyarakat biasa dan menggunakan teknologi modern seperti komunikasi dan kendaraan bermotor. Namun pada kenyataannya, mereka mampu belajar menyerap pengetahuan dan pengaruh luar, tetapi tetap memegang teguh adat istiadat yang ada tanpa kehilangan jati diri, dan mempertahankan Suku Anak Dalam atau Suku Kubu dalam diri mereka.
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita dapat melihat bahwa perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada masyarakat secara umum, namun juga suku-suku  di Indonesia, termasuk Suku Anak Dalam di Jambi. Seiring berjalannya waktu, mereka menjadi terobsesi dengan perubahan dan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi serta mulai menekuni dan menggunakan teknologi yang ada.
Suku Anak Dalam yang sudah mampu menerima modernisasi sudah mulai belajar memanfaatkan teknologi yang ada walaupun sulit karena belum terbiasa, dan sudah terdidik walaupun belum terbiasa dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. . Namun penerimaan Suku Anak Dalam terhadap modernisasi memungkinkan mereka untuk mengejar perkembangan globalisasi, bahkan jika mereka tertinggal, memastikan bahwa mereka tidak meninggalkan adat istiadat mereka yang sudah ada. Dan Suku Anak Dalam akan terus bangga dengan apa yang di miliki. Suku tersebut percaya bahwa kebudayaan mereka dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Sedangkan sebagian Suku Anak Dalam mereka belum bisa menerima perubahan, namun hal itu tidak menjadi masalah karena mereka sangat memegang teguh dan menjaga warisan nenek moyang mereka. Hal ini memungkinkan Suku Anak Dalam membuktikan bahwa manusia bisa hidup berdampingan dengan alam dan tidak menggunakan teknologi ataupun kemajuan globalisasi tanpa masalah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI