Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mempertanyakan Kejelasan Status Lembaga Pendidikan Profesi

6 Agustus 2010   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ramainya pemberitaan seputar Ujian Nasional dan Hasilnya ternyata juga diimbangi dengan ramainya promosi – promosi oleh setiap Perguruan Tinggi. Tak hanya lewat sekolah, beberapa lembaga pendidikan pun gencar membanjiri rumah setiap siswa kelas 3 SMA dengan brosur lembaga mereka. Begitu banyak lembaga pendidikan yang mengemas brosurnya sedemikian menarik, mulai dari design yang “anak muda banget” sampai iming- iming beasiswa dan jaminan mendapatkan pekerjaan dengan cepat.

Tidak usah jauh – jauh, Surabaya contohnya. Ada berapa Lembaga Pendidikan Profesi( LPP ) yang telah berdiri mulai dari yang telah mempunyai nama sampai yang baru berdiri tak kurang dari lima tahun belakangan. Hak setiap calon Mahasiswa untuk memilih kemana ia hendak melanjutkan studinya. Namun perlu diingat, bahwa sebagian dari masyarakat kita memiliki keterbatasan ekonomi untuk menguliahkan putra – putrinya. Alhasil, mereka dengan keterbatasan ekonomi, waktu, dan usia pun lebih condong memilih LPP. Selain waktu kuliahnya yang cukup singkat hanya 2 tahun pendidikan untuk setara D3 dan 1 tahun pendidikan untuk setara D1, LPP menggaransikan Lulusannya cepat kerja.

Sebagai alumnus dari sebuah Lembaga Pendidikan Profesi di Surabaya, penulis pun merasakan manfaatnya memilih Lembaga Pendidikan Profesi. Dengan waktu tempuh pendidikan selama 2 tahun, penulis telah menyelesaikan pendidikan setara D3 nya. Dosen yang mengajar pun adalah para praktisi yang tahu benar materi seperti apa yang dibutuhkan oleh Mahasiswanya. Tak hanya itu, para Mahasiswa menerima 70% materi praktek selama masa kuliahnya sehinggabukanlah suatu kesalahan ketika seseorang yang ingin cepat menyelesaikan kuliahnya, memilih Lembaga Pendidikan Profesi ( LPP ). Namun bukan berarti LPP tidak memiliki kelemahan atau kekurangan.

Seringkali, beberapa LPP mengklaim bahwa lulusannya bisa melanjutkan kuliahnya dengan cara transfer bukan mengulang dari awal. Tapi kenyataannya, tak ada satu pun perguruan tinggi swasta yang bersedia menerima para lulusan LPP ini. Mereka dianggap lulusan sebuah lembaga kursus yang Ijasahnya tidak dapat digunakan untuk transfer pendidikan S1. Inilah yang sering tidak diungkapkan secara terbuka oleh LPP – LPP di Surabaya. Sungguh disayangkan, bila sebuah Lembaga Pendidikan Profesi dengan kurikulum yang mendukung lulusannya terampil memasuki dunia kerja harus dibungkus dengan ketidakjelasan status ijasah lulusannya. Pada akhirnya, lulusan LPP pulalah yang harus menanggung kekecewaan ketika usaha mereka belajar selama 2 tahun di LPP tidak mendapat pengakuan dari setiap Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya maupun luar Surabaya.

Kini, penulis mencoba meminta kepada para LPP di Surabaya khususnya, untuk secara tegas, berani mengakui status lulusannya. Tidak perlu mengklaim kemudahan transfer S1 saat promosi baik dalam presentasi maupun brosur. Seringkali mereka mencantumkan alur pendidikan mereka, dimana alur tersebut pun menjelaskan kemudahan para Mahasiswa lulusannya untuk melanjutkan jenjang S1 melalui jalur transfer. Akan lebih bijak, bila Mahasiswa mengetahui sebelumnya, karena toh itu adalah hak setiap calon mahasiswa untuk mengetahui setiap detail yang ditawarkan oleh sebuah LPP.

Hal ini menjadi sangat penting disampaikan, agar kekecewaan tidak muncul belakangan. Sebagai Alumnus LPP, penulis merasa mendapat perlakuan yang kurang adil ketika hendak melanjutkan pendidikan S1, mengingat ijasah yg dimiliki hanya dari sebuah LPP. Terkadang memang kita tidak mengetahui dengan pasti apa status pastinya, apa bedanya antara Universitas, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Pendidikan Profesi?? Apa bedanya yang terdaftar dalam Dikti maupun Diknas??. Bahkan banyak siswa kelas 3 SMA yang tidak tahu pasti dimana sumber informasi terbaik untuk bertanya seputar Perguruan Tinggi dan LPP yang ada. Tentang apa status mereka?? apa yang seharusnya dipilih?? Dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan, inginkan, atau perlukan.

Disini peran BK ( Bimbingan Konseling ) di setiap sekolah SMA/SMK memang sangat berpengaruh. Sudah seharusnya, informasi – informasi yang diperlukan setiap siswa seputar pilihan pendidikan tersedia di Bimbingan Konseling. Namun banyak sekolah yang hanya menunggu siswanya datang berkonsultasi tanpa menjemput bola kelas per kelas. Mungkin memang, siswa – siswa tersebut dalam waktu dekat bukan menjadi tanggung jawab sekolah lagi, tapi bukankah keberhasilan setiap siswanya adalah peran besar dari sekolah terdahulunya. Bukankan masa depan yang kemilau dari setiap lulusannya adalah harapan dan kebanggaan setiap sekolahnya??. Semua pilihan memang ada di tangan calon Mahasiswa maupun orang tua murid. Tetapi, akan jauh lebih bijak bila sekolah juga berperan sebagai pengarah siswa dalam menepis keraguan mereka dalam memilih jenjang pendidikan selanjutnya. Dan akan jauh lebih bijak lagi, bila LPP juga memberi detail produknya secara jujur tanpa bahasa bias demi mendapatkan Mahasiswa. Bila memang perubahan aturan dari pemerintah atau Dinas Pendidikan mengharuskan perubahan status Ijasah lulusan LPP, sudah menjadi kewajiban LPP menjelaskan pada Mahasiswanya, dan memberi solusi alternatif bagi Mahasiswa dan Lulusannya, walau pada akhirnya semua kembali pada setiap Mahasiswa.

*) Penulis adalah lulusan sebuah Lembaga Pendidikan Profesi di Surabaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun