Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibu Penambal Ban, Ibu Penambal Keluarga

6 Oktober 2010   05:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Foto ini saya ambil tanggal 06 September 2010, ketika bulan Ramadhan kemarin, hanya 4 hari menjelang Idul Fitri. Apa Anda masih ingat apa yang Anda lakukan tanggal segitu?? Sedang sibuk menghitung uang THR?? berbelanja keperluan lebaran?? sibuk mencari tiket?? atau malah sedang menikmati nikmatnya cuti panjang?? Tapi lihatlah Ibu ini, Beliau masih bekerja cukup berat di siang hari bolong, waktu dimana matahari Surabaya sedang sombong - sombongnya memamerkan kekuatannya yang wuihhhh panasss. Kalau Anda tinggal di Surabaya atau pernah berkunjung ke Surabaya di tahun ini, maka Anda akan tahu bagaimana panasnya Surabaya. Saya ingin tahu apa yang Anda pikirkan ketika melihat si Ibu dalam foto tersebut?? Biasa saja karena sudah sering melihat?? atau lainnya?? Ibu ini menjalankan usahanya di dunia ban dan menjual minuman di dekat kantor saya. Kalau untuk di lingkungan sekitar kantor saya, selain Ibu dalam foto, ada satu Ibu lagi yang juga berprofesi sama. Bahkan selain jago menambal ban, Beliau  beberapa kali saya lihat  menservis motor yang tiba - tiba rewel. Bedanya kalau Ibu ini single fighter, maka Ibu yang ada di foto berjuang tak sendirian, Beliau saya perhatikan membantu suaminya yang sepertinya kalau dilihat dari segi wajah merupakan profesor ban, dan juga dibantu anak lelakinya. Pemandangan seperti ini mungkin memang sudah biasa kita lihat, lalu apa kalau sudah biasa maka perasaan kita juga akan menjadi biasa?? saya selalu merasa ada goncangan di jantung saya kalau melihat pemandangan ini. Dalam postingan saya yang lalu, saya menceritakan bagaimana seorang nenek yang sudah seharunya beristirahat dan bercandaan dengan cucu masih mencari nafkah dengan menjual koran melawan panasnya Surabaya. Bagaimana saya prihatin melihat perempuan seusia kakak perempuan saya harus mendorong gerobak sampah, dan mengalami kesulitan bila roda gerobak nyangkut di jalan berlubang yang sebetulnya tak terlalu dalam. Bagaimana saya begitu sedih ketika melihat sekelompok Ibu - Ibu penyapu jalan tidur di depan kantor Ruko yang tutup ditemani oleh sapu lidinya dan beralaskan kardus atau karung. Mungkin pemandangan seperti itu akan terus kita lihat bila tes keperawanan itu jadi dijalankan dengan tegas. Saya bersyukur, Ibu saya atau kakak perempuan yang saya banggakan tak perlu merasakan derita seperti itu. Mungkin para perempuan di atas tidak semuanya adalah tulang punggung keluarga, namun suka atau tidak suka penghasilan yang mereka dapatkan juga untuk keluarga, entah itu hanya sekedar untuk memberi uang jajan untuk si anak, penambah lauk yang bergizi, atau untuk menutupi lubang rumah tangga lainnya, dan itulah kenyataannya. Mereka bukan pengemis, mereka bekerja dengan kucuran keringat sejangung - jagung. Mereka bukannya tak mampu melakukan pekerjaan lainnya yang lebih mulia, tapi mereka tak memiliki kesempatan yang cukup di masa lalunya. Karena apa?? banyak faktor tentunya. Saya cuma mau menyampaikan bahwa wajah perempuan Indonesia masih banyak yang seperti ini. Tidak semuanya telah mendapatkan kehormatan dalam profesinya. Semua perempuan yang saya sebutkan ada di sekitar kantor saya, belum kalau kita bicara di sekitar rumah, kampus, atau lingkungan - lingkungan lainnya. Tapi kita patut menghargai mereka karena mereka melakukan pekerjaan yang halal walau pekerjaan itu masih sering dipandang dengan sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Kita patut menghormati apa yang mereka kerjakan karena mereka tidak menambah jpanjang daftar umlah pengemis atau peminta - minta di negara ini. Mereka juga tidak menggenapi ganjilnya jumlah perempuan yang menggantungkan hidup hanya pada bahu suami yang sangat pas - pasan. Bagi saya, perempuan penarik gerobak sampah telah menarik kehidupan keluarganya dari keadaan yang buruk menjadi sedikit lebih baik, walau menurut saya seharunya sebagai perempuan dia memakai parfum yang wangi bukan yang beraroma sampah. Ibu - ibu penyapu jalanan itu juga telah mengindahkan sedikit pikiran suami yang ruwet karena memikirkan beban hidup yang berat, mereka tak hanya mengindahkan lingkungan sekitar kantor saya saja.  Nenek yang berjualan koran pun telah mengajarkan perjuangan pada cucu - cucunya, ia tak hanya sekedar berjuang untuk dirinya sendiri. Ibu penambal pun telah menjadi penambal kebutuhan keluarga dengan ketrampilannya dalam menambal ban, bukan hanya ketrampilannya mengurus rumah dan memasak di dapur. Biar bagaimanapun, sebagai perempuan tentu saya mengharapkan mereka melakukan pekerjaan yang jauh lebih baik dari itu, semoga hasil yang mereka harapkan yang nantinya mereka dapatkan, semoga suatu hari nanti mereka ditempatkan di posisi yang mulia oleh orang - orang yang telah diperjuangkannnya, semoga mereka merasakan hasil dari apa yang sudah mereka perjuangkan saat ini, ya semoga.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun