Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cinta Seorang Ilmuwan

21 Maret 2011   07:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman berbaik hati meminjamkan saya sebuah buku memoar berjudul "Habibie & Ainun", sebuah buku yang dipersembahkan khusus oleh Pak Habibie untuk almarhumah sang istri yang telah meninggal pada 22 Mei 2010. Masih terekam jelas pula, bagaimana cinta seorang Pak Habibie terhadap Ibu Ainun, ada banyak kisah romantis yang secara perlahan namun pasti terkuak dan menjadi konsumsi publik yang positif, memberi contoh dan teladan tentang bagaimana pernikahan itu seharusnya.

Buku tanpa campur tangan editor setebal 323 halaman ini terbagi dalam 37 bab. Mulai dari pertemuan pertama Pak Habibie dan Ibu Ainun sampai dengan perpisahan keduanya. Pak Habibie cukup detail menceritakan 48 tahun 10 hari kebersamaannya dengan Ibu Ainun. Lima Bab terakhir membuat saya terharu, begitu terasa ketulusan Pak Habibie untuk Ibu Ainun. Pertemuan awal mereka berdua, mungkin kita semua sudah tahu. Ya.. keduanya adalah teman satu sekolah di bandung. Tujuh tahun keduanya berpisah, hingga akhirnya bertemu kembali di rumah keluarga Besari, keluarga Ibu Ainun. Singkatnya, dalam beberapa bulan pertemuan, keduanya menikah. Ibu Ainun pun turut serta dengan Pak Habibie ke Jerman. Keadaan ekonomi rumah tangga tak begitu bagus di awal pernikahan.

Mereka harus mencari rumah  yang letaknya cukup jauh dengan tempat Pak Habibie bekerja, karena di daerah itulah rumah terbilang murah. Bu Ainun, sehari - harinya hanya seorang diri di rumah menunggu Pak Habibie yang pulang larut malam. Selain bekerja dengan dua pekerjaan, untuk menghemat, tak jarang Pak Habibie harus pulang berjalan kaki hingga sepatunya bolong. Namun, lama - kelamaan kehidupan perekonomian membaik setelah perusahaan tempat Pak Habibie bekerja sampingan memenangkan tender yang Pak Habibie terlibat di dalamnya. Setelah beberapa kali memenangkan tender dan menyelesaikan Studinya, nama Pak Habibie mulai dikenal sebagai ilmuwan yang layak diperhitungkan di Jerman. Tawaran pekerjaan pun datang dari berbagai perusahaan, jabatan semakin hari semakin meningkat, walau harus pulang larut malam. Dari yang tidak mempunyai mesin cuci menjadi memiliki mesin cuci, dari tinggal di daerah yang bisa dibilang desa, menjadi tinggal di kota dan dekat dengan perusahaan tempat Pak Habibie bekerja.

Bu Ainun juga sempat menjadi dokter walau cuma sebentar disana. Bu Ainun memutuskan untuk berhenti ketika sang buah hati ( Thareq ) sakit , Bu Ainun merasa bersalah dan sejak saat itu memutuskan untuk fokus pada keluarga. Bu Ainun diceritakan tidak pernah jauh dari Al - Quran, beliau sangat religius. Ketika Pak Habibie diminta pulang oleh Pemerintah Indonesia, keluarga ini baru saja menyelesaikan pembangunan rumah pribadi di Kakerbeck. Namun toh Bu Ainun tetap setia mendampingi Pak Habibie kembali ke Indonesia. Semua masalah rumah tangga dikerjakan sendiri oleh Ibu Ainun, termasuk pembangunan rumah pribadi, dengan maksud tak ingin membebani Pak Habibie. Bu Ainun pun aktif dalam organisasi para istri pejabat. Bu Ainun pernah mendirikan TK untuk anak - anak karyawan Departemen yang dipimpin Pak Habibie. Beliau juga berinisyatif untuk menyediakan makanan yang lebih sehat dan higenis untuk kantin kantor di  Departmen tersebut.

Sejak 1998, perempuan kesayangan Pak Habibie ini mulai mengalami penurunan kesehatan. Uniknya, keduanya diakui Pak Habibie memiliki hubungan telepati yang kuat. Sebagai contoh, ketika kondisi Bu Ainun semakin memburuk, Pak Habibie yang berencana berangkat hari minggu ke Jerman bersama Bu Ainun, tiba - tiba saja memutuskan mempercepat keberangkatannya pada hari Jumat. Rencana masuk ke rumah sakit di Jerman pun dipercepat. Bu Ainun sempat menolak tapi toh akhirnya tetap saja menurut. Ternyata, perhitungan Pak Habibie sangat tepat. Malam hari setelah masuk rumah sakit, kondisi Bu Ainun tiba - tiba saja kritis dan harus segera dioperasi. Bila saja terlambat sekian menit, ada kemungkinan beliau tak akan tertolong. Selain itu, ketika Maret 2010 Bu Ainun mengalami penurunan kesehatan yang cukup memprihatinkan Pak Habibie. Pak Habibie pun mengantar Bu Ainun ke RS Abdi Waluyo dan RS MMC, hasilnya Bu Ainun bebas kanker. Meski kedua rumah sakit memiliki hasil pemeriksaan yang sama, Pak Habibie masih merasa cemas. Pak Habibie mengajak Bu Ainun kembali ke RS Abdi Waluyo keseokan harinya dan meminta tim dokter melakukan pemeriksaan MRI terhadap Bu Ainun. Dan benar saja, hasil pemeriksaan kemudian menemukan kanker ovarium stadium 3-4. Pak Habibie langsung menelpon sekretaris pribadinya, kepala perwakilan maskapai penerbangan Lufthnasa, menelpon Duta Besar Jerman di Indonesia untuk menerbitkan visa bagi 4 pendamping yang akan ikut ke Jerman, dan menelpon Rumah Sakit di Jerman untuk menyiapkan ambulance di bandara ketika mereka tiba di Munchen.

Bu Ainun merasa apa yang dilakukan Pak Habibie berlebihan, dan meminta Pak Habibie membatalkan ambulance tersebut. Pak Habibie tetap pada keyakinannya. Penerbangan selama 13 jam di atas pesawat tak begitu berjalan lancar. Selama 10 jam penerbangan, Bu Ainun sesak nafas, dan 2 tabung oksigen yang ada di pesawat tak begitu membantu. Pesawat pun dipercepat, dan tiba 30 menit lebih awal di bandara. Tim medik dan ambulance dengan segera memberi pertolongan oksigen pada Bu Ainun dan memberikan pertolongan yang terbaik di ambulance.

Setibanya di rumah sakit, Pak Habibie mendaftarkan Bu Ainun dan juga dirinya agar bisa mendapat bed di sebelah Bu Ainun. Selama Bu Ainun di operasi, tiba - tiba saja Pak Habibie menghentikan obrolannya dengan J.E.Habibie dan beberapa rekan. Saat itu pkl.13.00 waktu Jerman, Beliau meminta ijin untuk mendoakan Bu Ainun. Operasi baru selesai pkl.18.30 dan sang dokter mengatakan pada saat pkl.13.00 keadaan Bu Ainun sempat sangat kritis, namun tim dokter berhasil mengatasinya. Wah....luar biasa sekali, Pak Habibie bahkan bisa merasakan keadaan Bu Ainun yang kritis meski tak berada di kamar operasi.

Ketika Kakak sulung Bu Ainun bertanya pada Pak Habibie bagaimana bila Bu Ainun meninggal, Pak Habibie tanpa terasa menitikkan air mata, begitu pula ketika tim dokter mengatakan harapan Bu Ainun sangat tipis. Pak Habibie setia mendampingi Bu Ainun berobat dari satu negara ke negara lain di Eropa, menemani Bu Ainun berlayar menggunakan kapal Queen Victoria selama beberapa pekan demi kesembuhan Bu Ainun. Paru - Paru Bu Ainun memerlukan udara laut, dan alergi pada makanan dan udara negara tropis, karena itu keduanya tak bisa tinggal dalam waktu lama di Indonesia. Setiap akan ke Indonesia, Pak Habibie selalu memeriksakan keadaan Bu Ainun pada dokter di Jerman, dan bertanya berapa lama Bu Ainun boleh berada di Indonesia.

Ketika dokter meminta persetujuan Pak Habibie untuk melakukan operasi pada Bu Ainun yang ke 13 kali dalam 4 minggu, Pak Habibie menolak setelah tim dokter tidak mampu memberi garansi bahwa keadaan Bu Ainun akan lebih baik setelah di operasi. Pak Habibie tidak ingin menambah beban sakit Bu Ainun. Tim dokter pun mendukung keputusan Pak Habibie.

Pak Habibie sempat membisikkan 2 kalimat syahdat di telinga bu Ainun sebelum akhirnya Bu Ainun meninggalkan dunia ini selama - lamanya, kemudian membasuh tubuh Bu Ainun dengan air zam - zam. Selain menceritakan kisah cintanya dengan bu Ainun, buku ini mengisahkan karir dan prestasi - prestasi Pak Habibie yang luar biasa membanggakan. Sarat dengan teladan dan nasehat yang begitu bermakna. Baik Pak Habibie maupun Bu Ainun merupakan sosok yang sangat religi, setiap persolan diselesaikan dengan memohon pertolongan Tuhan, setiap ide dikaji dari Al-Quran. Pak Habibie selama 2 bulan di Rumah Sakit tak pernah keluar kamar, dan hanya menemani Bu Ainun sepanjang waktu. Seperti kata Pak Habibie, Habibie untuk Ainun, dan Ainun untuk Habibie. So sweet..

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun