Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cat Air Sederhana Ibu Masmundari di Museum Internasional

15 Oktober 2010   02:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:25 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seberapa kenal Anda dengan Ibu Masmundari atau seberapa seringAnda mengenal atau mendengar Lukisan Damar Kurung?? Awalnya, saya malah tidak mengetahui sama sekali apa itu lukisan Damar Kurung apalagi nama Masmundari. Nama ini saya kenal ketika saya berada di bangku SMA. Lukisannya pun sangat menarik buat saya, berbeda dengan lukisan lain yang pernah saya lihat di Pameran atau di media – media. Selama ini kita mengenal Lukisan yang dibuat dengan cat dan dilukis di atas kanvas, ukurannya pun beragam. Lain halnya dengan Lukisan Damar Kurung atau yang biasa disebut dengan lukisan 2 dimensi karya Ibu Masmundari atau Mbah Masmundari, rata - rata lukisan yang saya lihat hanya berukuran kertas gambar biasa yang tak begitu besar meski ada beberapa juga yang saya lihat berukuran besar, semuanya dilukis menggunakan cat yang sederhana. Belakangan, Ibu Masmundari memilih cat air menjadi bahan utama lukisannya.

Ibu Masmundari lahir di Desa Kroman Kabupaten Gresik, Jawa Timur pada04 Januari 1904. Beliau adalah sulung dari 4 bersaudara. Kemampuan melukis diturunkan oleh sang Ayah yang lebih dikenal kiprahnya sebagai seorang Dalang. Sepeninggal Ayahnya, Ibu Masmundari memanfaatkan kemampuan melukisnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari – hari. Awalnya, Ibu Masmundari menggunakan cat roti atau pewarna makanan dan sisa – sisa cat. Dari kombinasi yang sederhana itulah lahir sebuah Karya bernama Damar Kurung. Tema yang biasa dipilih Ibu Masmundari masih seputar kehidupan anak – anak, keagamaan,hingga menceritakan kehidupan kota Gresik sendiri. Lukisan dengan bahan apa adanya tadi kemudian dijual oleh Ibu Masmundari. Konon, hanya dalam waktu dua jam,saja Lukisan Ibu Masmundari sudah habis terjual.

Di tahun 1980-an, Ibu Masmundari mulai aktif melukis hingga pada tahun 1987 Bentara Budaya Jakarta menjadi saksi dari Pameran Perdana Beliau, disusul dengan pameran – pameran berikutnya. Beberapa penghargaan pun diraih sebagai bentuk penghargaan terhadap karya lukisnya, salah satunya Kartini Award yang diberikan pada tahun 1996. Bukan hanya penghargaan dalam negeri yang Beliau dapatkan, bahkan Lukisan – Lukisan Damar Kurungnya menjadi koleksi yang disimpan dalam museum – musem di beberapa Negara seperti Belanda, Jerman, hingga Australia. Bagi saya, inilah bentuk penghargaan yang sesungguhnya untuk Ibu Masmundari, yaitu ketika karyanya dikenal oleh banyak orang dan dikagumi oleh lebih banyak kalangan. Satu hal yang patut dicontoh dari Ibu Masmundari, Beliau tidak pernah berhenti berkarya meski usianya telah mencapai 100 tahun, walau di akhir – akhir lukisan itu lebih banyak dibuat untuk cucu – cucunya. Beliau memiliki satu orang putri dan lima orang cucu. Ibu Masmundari meninggal di usia 101 tahun setelah sempat dirawat di Rumah Sakit. Tepatnya Beliau meninggal pada 24 Desember 2005.

Di awali dengan niat membantu keluarga, untuk menutupi kebutuhan keluarga sehari - hari hingga akhirnya menjadi Maestro Lukis Indonesia. Melalui sebuah acara yang disiarkan di sebuah stasiun TV swasta, saya melihat hidup Beliau bisa dibilang sederhana, namun karyanya lebih dari kata sederhana. Mungkin inilah yang dinamakan Seni, selalu mengalir selama nafas berhembus, tak pernah pudar apalagi berhenti sekalipun oleh usia yang lanjut. Saya tidak tahu apakah Beliau memiliki penerus?? Apa ada pelukis Damar Kurung baru selain Beliau?? Semoga saja ada dan semoga salah satu museum di Indonesia ada yang menyimpan Lukisan Beliau sebagai salah satu koleksinya. Dari Ibu Masmundari, saya belajar mencintai apa yang kita kerjakan, tak mudah mencintai sesuatu apalagi hingga akhir hayat.

Foto 1 : suarapembaruan.com

Foto 2 : bentarabudaya.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun